Selamat Datang di Blog Saya. Jangan lupa meninggalkan pesan dan komentar Anda

Selasa, 18 Desember 2012

Memahami LPJ Bendahara


LEBIH DEKAT DENGAN LPJ BENDAHARA : MEMAHAMI LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN (LPJ) BENDAHARA
Oleh : Puji Agus, S.S.T. Ak., M.Ak.
Widyaiswara Muda Balai Diklat Keuangan Cimahi

1. Pendahuluan
    1.1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat
    1.1.1. Pengertian Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)
    Laporan Pertanggungjawaban merupakan laporan yang disusun atas pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementrian Negara/Lembaga. Bendahara sebagai orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementrian Negara/Lembaga wajib menatausahakan dan menyusun laporan pertanggungjawaban atas uang yang dikelolanya.
    Hal tersebut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK/2008 pasal 1 menyebutkan bahwa Laporan Pertanggungjawaban Bendahara, yang selanjutnya disebut LPJ, adalah laporan yang dibuat oleh bendahara atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang. Masih dalam pasal 1 disebutkan juga bahwa Laporan Pertanggungjawaban Bendahara pengeluaran pembantu, yang selanjutnya disebut LPJ-BPP, adalah laporan yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang.
    Bendahara adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Jika kita perhatikan proses pertanggungjawaban merupakan proses akhir dalam satu siklus pengelolaan sumber daya yang berupa uang dan surat berharga yang menjadi tanggung jawab bendahara.
    1.1.2. Tujuan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)
    Laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan sangat diperlukan untuk beberapa tujuan :
    1. Memberikan informasi antara pemberi dan penerima sumber daya sehingga tercipta komunikasi dua arah yang seimbang tentang posisi awal, mutasi dan posisi akhir dalam penggunaan sumber daya yang dipertanggungjawabkan.
    2. Memberikan informasi kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan anggaran yang telah ditetapkan.
    3. Memberikan informasi kesesuaian antara pencatatan dengan keadaan fisik sumber daya yang dikelola bendahara.
    4. Memberikan informasi tambahan atas perbedaan antara pencatatan akuntansi dan pencatatan yang dilakukan bendahara secara pembukuan.
    5. Memberikan informasi tambahan jika terdapat perbedaan antara pembukuan dengan keadaan fisik sumber daya yang dikelola oleh bendahara.
      1.1.3. Manfaat Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)
      Manfaat Laporan Pertanggungjawaban Bendahara secara umum antara lain:
      1. Laporan Pertanggungjawaban Sebagai alat komunikasi.
        Laporan pertanggungjawaban merupakan informasi atas pengelolaan sumber daya yang diamanahkan atau dipercayakan kepada suatu entitas atau individu, dengan adanya informasi tersebut maka akan terjalin komunikasi antara pemberi dan penerima sumber daya tersebut bahkan kepada pihak–pihak yang memang berkepentingan atas sumber daya dan informasi tersebut.
        2. Laporan Pertanggungjawaban sebagai dasar pengambilan keputusan.
        Sistem Pengendalian Manajemen sangat diperlukan data dan informasi agar dalam mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan di masa yang akan dating menjadi lebih tepat dan akurat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hasil intepretasi data dan informasi tersebut sehingga diharapkan organisasi akan berjalan seperti yang diharapkan.
        3. Laporan pertanggungjawaban sebagai sarana akuntabilitas.
          Laporan pertanggungjawaban adalah sarana dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan atas pengelolaan sumber daya dalam mencapai tujuan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.
          Manfaat Laporan Pertanggungjawaban Bendahara secara khusus untuk berbagai pihak antara lain (Materi Pembinaan Teknis Direktorat Pengelolaan Kas Negara tentang Peraturan Menteri Keuangan 73/PMK/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-47/PB/2009, Direktorat Jenderal Perbendaharaan):
          1. Manfaat bagi Bendahara.
            Sebagai laporan pertanggungjawaban dan pengawasan ketersediaan dana terkait dengan perintah bayar dari KPA.
            2. Manfaat bagi Pimpinan Satuan Kerja.
              Merupakan managerial report, sebagai sarana untuk pengambilan keputusan dalam pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari terkait dengan keadaan sisa pagu dana yang sesungguhnya (kuitansi UP dianggap mengurangi pagu dana) dan pelengkap Sistem Akuntansi Instansi, terkait dengan perkiraan Kas di Bendahara.
              3. Manfaat bagi Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN)/KPPN.
              a. Alat monitoring rekening Satker di wilayah kerja KPPN
              b. Alat monitoring keadaan kas di Bendahara yang sebenarnya, meliputi:
              - Saldo UP/TUP;
              - Saldo SPM-LS Bendahara;
              - Saldo Pajak;
              - Saldo penerimaan lainnya;
              - Saldo penerimaan pada Bendahara Penerimaan.
              c. Alat penguji/rekonsiliasi atas pembukuan yang dilakukan KPPN dengan Bendahara.
              d. Bahan analisis untuk pelaksanaan pembinaan kepada Bendahara.
              4. Manfaat bagi Kanwil DJPbn.
              a. Alat monitoring keadaan kas di bendahara dan keadaan rekening Satker diwilayah kerjanya,
              b. Bahan analisis untuk pelaksanaan pembinaan kepada KPPN dan Bendahara,
              c. Sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian dispensasi TUP
              5. Manfaat bagi Direktorat PKN.
              a. Alat monitoring keadaan kas di bendahara dan keadaan rekening Satker diseluruh Indonesia.
              b. Bahan analisis untuk pelaksanaan pembinaan kepada Kanwil dan Bendahara.
              c. Memberikan sumbangan data Neraca dan Laporan Realisasi APBN, khususnya perkiraan Kas di Bendahara.

                2. Dasar Hukum
                  Dasar hukum Laporan Pertanggungjawaban Bendahara adalah :
                  1. Undang Undang Dasar tahun 1945.
                  2. Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
                  3. Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
                  4. Undang Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.
                  5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
                  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja.
                  7. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja.
                    Dasar hukum secara hirarki mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sampai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja diuraikan sebagai berikut: bahwa Pasal 23C Bab VIII UUD 1945 mengamanatkan bahwa hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang, sehingga terbitlah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
                    Selanjutnya Pasal 29 Undang – Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara sehingga terbitlah Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
                    Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai laporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah diatur dengan peraturan pemerintah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah maka terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
                    Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang berbunyi :
                    (1) Bendahara penerimaan/pengeluaran wajib menatausahakan dan menyusun laporan pertanggungjawaban atas uang yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.
                    (2) Laporan pertanggungjawaban bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyajikan informasi tentang saldo awal, penambahan, penggunaan, dan saldo akhir uang persediaan yang dikelolanya pada suatu periode.
                    (3) Laporan pertanggungjawaban bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Bendahara Umum Negara/Daerah atau Kuasa Bendahara Umum Negara/Daerah, Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
                    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya untuk tingkat pemerintah pusat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, dan untuk tingkat pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
                    Untuk melaksanakan hal terbut ditas maka keluarlah Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja akhirnya Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga /Kantor/Satuan Kerja, yang pada Ketentuan Penutupnya BAB VI Pasal 23 menyebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
                    Untuk melaksanakan hal tersebut maka Direktur Jenderal Perbendaharaan menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban terdapat pada pasal 12:
                    (1) Bendahara wajib menyusun LPJ secara bulanan atas uang yang dikelolanya.
                    (2) LPJ disusun berdasarkan Buku Kas Umum, buku-buku pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh Kuasa PA.
                    (3) LPJ wajib disampaikan secara bulanan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja bulan berikutnya disertai salinan rekening koran dari bank/pos untuk bulan berkenaan kepada:
                    a. Kepala KPPN yang ditunjuk dalam DIPA satuan kerja yang berada di bawah pengelolaannya;
                    b. Menteri/Pimpinan Lembaga masing-masing; dan
                    c. Badan Pemeriksa Keuangan.
                      (4) Penyampaian LPJ sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a dalam rangkap 2 (dua) dan dapat disampaikan bersamaan dengan rekonsiliasi Laporan Keuangan UAKPA.
                      (5) Dalam hal LPJ ditolak KPPN karena tidak memenuhi ketentuan, LPJ tersebut segera dikembalikan kepada bendahara untuk diperbaiki, selanjutnya dikirimkan kembali ke KPPN selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pengembalian.
                      Ketentuan mengenai Laporan Pertanggungjawaban Bendaharan Pengeluaran Pembantu (LPJ-BPP) diatur pada pasal selanjutnya yaitu pasal (6) :
                      (1) LPJ-BPP disusun berdasarkan Buku Kas Umum, buku-buku pembantu, dan buku pengawasan anggaran yang telah diperiksa dan diuji oleh pejabat pembuat komitmen.
                      (2) LPJ-BPP disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran secara bulanan paling lambat 5 (lima) hari kerja bulan berikutnya disertai salinan rekening koran dari bank/pos untuk bulan berkenaan.
                      (3) LPJ dituangkan dalam format sebagaimana tercantum dalam lampiran V, Lampiran VI dan Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
                      Dasar Hukum verifikasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) terdapat pada pasal 13 :
                      (1) KPPN selaku Kuasa BUN melakukan verifikasi atas LPJ yang disampaikan Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pasal 12 ayat (3) huruf a.
                      (2) LPJ yang telah diverifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dinyatakan benar maka LPJ direkapitulasi dan dilaporkan secara berjenjang oleh KPPN kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
                      (3) Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini, meliputi kegiatan:
                      a. membandingkan saldo UP yang tertuang dalam LPJ dengan Kartu Pengawasan Kredit Anggaran yang ada di KPPN;
                      b. membandingkan saldo awal yang tertuang dalam LPJ dengan saldo akhir yang tertuang dalam LPJ bulan sebelumnya;
                      c. menguji kebenaran nilai uang di rekening bank yang tercantum dalam LPJ dengan salinan rekening koran bendahara;
                      d. menguji kebenaran perhitungan (penambahan/pengurangan) pada LPJ;
                      e. meneliti kepatuhan bendahara dalam penyetoran pajak dan penyampaian LPJ.
                        Mengenai sanksi diatur dalam pasal 14 yaitu :
                        (1) Dalam hal bendahara belum menyampaikan LPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a, atau tidak menyampaikan kembali LPJ yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (5) KPPN dapat mengenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-GUP/SPM-TUP yang diajukan.
                        (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan bendahara dari kewajiban penyampaian LPJ.

                        3. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)
                          Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan fungsi kebendaharaannya selain melaksanakan penatausahaan dan pembukuan juga wajib menyusun laporan pertanggungjawaban secara bulanan atas uang yang dikelolanya. Laporan pertanggungjawaban ini disusun berdasarkan Buku Kas Umum, Buku Pengawasan Anggaran dan buku-buku pembantu yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran. Ketentuan mengenai hal tersebut terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja nomor Laporan tersebut ditujukan untuk menyajikan informasi tentang :
                          1) Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku Kas Umum dan buku-buku pembantu.
                          2) Keadaan fisik kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan uang di rekening bank.
                          3) Hasil rekonsiliasi internal, antara pembukuan Bendahara dengan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA).
                          4) Penjelasan atas terjadinya selisih (jika ada), meliputi selisih pembukuan dan selisih kas fisik.
                          Format Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara Pengeluaran diatur lebih lanjut dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan format dan penjelasan sebagai berikut:
                          Selanjutnya akan diuraikan penjelasan bagian – bagian Format serta dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara pengeluaran dan bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP).
                          3.1. Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ) Bendahara Pengeluaran
                          3.1.1. Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan.
                          Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku Kas Umum dan buku-buku pembantu. Laporan ini berguna untuk membandingkan mutasi (penambahan atau pengurangan) Pembukuan Bendahara Pengeluaran dalam Buku Kas Umum (BKU) dengan mutasi (penambahan atau pengurangan) buku-buku pembantunya sehingga dapat diketahui kecermatan dan ketepatan dalam melakukan pembukuan bendahara atas setiap aktivitas.
                          Dokumen yang digunakan untuk membuat bagian I yaitu keadaan pembukuan pada bulan pelaporanantara lain :
                          1) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), untuk mengisi data pada nomor 2 sampai dengan nomor 9 yaitu Departemen Lembaga, Unit Organisasi, Provinsi/Kabupaten/Kota, Satuan Kerja, Alamat dan nomor telepon, Tgl, no dan SP DIPA, Tahun Anggaran dan KPPN.
                          2) Buku Kas Umum (BKU), untuk mengisi data pada nomor 1 dan 10 sampai dengan 11, yaitu bulan pelaporan, saldo akhir, dan nomor bukti terakhir.
                          3) Buku Pembantu Bank (BP-Bank), Buku Pembantu Kas Tunai (BP-Kas Tunai), Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas (BP-Perjadin), Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), Buku Pembantu Uang Persediaan (BP-UP), Buku Pembantu LS Bendahara (BP-LS Bendahara), Buku Pembantu Pajak (BP-Pajak), Buku Pembantu lain-lain (BP-Lain-lain) untuk mengisi data kolom 3 sampai dengan 6:
                          Kolom (3)
                          :Diisi jumlah saldo awal masing-masing buku yaitu BP-Kas Tunai, BP-Bank dan Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas dan Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu selanjutnya Buku Pembantu Uang Persediaan (BP-UP), Buku Pembantu LS Bendahara (BP-LS Bendahara), Buku Pembantu Pajak (BP-Pajak), Buku Pembantu lain-lain (BP-Lain-lain) yang merupakan saldo akhir bulan lalu.
                          Kolom (4)
                          :Diisi jumlah kolom debet (penambahan) yang terjadi di bulan pelaporan pada masing-masing buku pembantu yaitu BP-Kas Tunai, BP-Bank dan Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas dan Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu selanjutnya Buku Pembantu Uang Persediaan (BP-UP), Buku Pembantu LS Bendahara (BP-LS Bendahara), Buku Pembantu Pajak (BP-Pajak), Buku Pembantu lain-lain (BP-Lain-lain)
                          Kolom (5)
                          :Diisi jumlah kolom kredit yang (pengurangan) yang terjadi di bulan pelaporan pada masing-masing buku pembantu yaitu BP-Kas Tunai, BP-Bank dan Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas dan Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu selanjutnya Buku Pembantu Uang Persediaan (BP-UP), Buku Pembantu LS Bendahara (BP-LS Bendahara), Buku Pembantu Pajak (BP-Pajak), Buku Pembantu lain-lain (BP-Lain-lain)
                          Kolom (6)
                          :Diisi jumlah saldo akhir yaitu kolom 3 ditambah kolom 4 atau dikurangi kolom 5 masing-masing buku.
                          Hubungan Buku Kas Umum (BKU) dengan buku-buku pembantu yang disajikan dalam Laporan Keadaan Pembukuan pada bulan pelaporan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
                          a. Total Keberadaan Uang Kas yang ada pada Bendahara Pengeluaran, hal tersebut tercantum dalam saldo Buku Kas Umum yang dibandingkan dengan penjumlahan dari Buku Pembantu Kas Tunai, Buku Pembantu Bank dan Buku Pembant, Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas. Sehingga laporan tersebut mencerminkan persamaan Saldo Buku Kas Umum = Saldo Buku Pembantu Kas Tunai + Saldo Buku Pembantu Bank + Saldo Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) + Saldo Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas.
                          b. Rincian Jenis Uang Kas yang ada pada bendahara, hal tersebut tercantum dalam saldo Buku Kas Umum yang dibandingkan dengan penjumlahan dari Buku Pembantu Uang Persediaan, Buku Pembantu LS Bendahara dan Buku Pembantu Pajak dan Buku Pembantu Lain-lain.  Sehingga laporan tersebut mencerminkan persamaan Saldo Buku Kas Umum = Saldo Buku Pembantu Uang Persediaan + Saldo Buku Pembantu LS Bendahara + Saldo Buku Pembantu Pajak + Saldo Buku Pembantu Lain-lain.


                          Bendahara penerimaan :

                          3.1.2. Keadaan fisik kas pada akhir bulan pelaporan.
                          Keadaan fisik kas pada akhir bulan pelaporan melaporkan/menginformasikan kesesuaian antara keadaan fisik dengan pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran yang meliputi uang tunai di brankas dan uang di rekening bank.
                          Dokumen yang digunakan untuk membuat bagian II keadaan Kas pada akhir Bulan Pelaporan dan bagian III Selisih kas diatas antara lain :
                          1) Hasil Pemeriksaan kas yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi Bendahara Pengeluaran untuk mengisi data Uang Tunai di brankas.
                          2) Rekening Koran (bank statement) dari Bank atas rekening bendahara, untuk mengisi data Uang di Rekening Bank.
                          3) Kedua isian data diatas (nomor 1 dan 2) dijumlahkan menjadi Jumlah Kas.
                          4) Saldo akhir BP Kas diisi dengan data dari (I.A.1 kolom 6) yaitu data jumlah kas dan Bank yang ada pada catatan Buku Pembantu Kas (BP-Kas Tunai) dan Buku Pembantu Bank (BP-Bank).
                          5) Jumlah Kas (II.3) yaitu hasil pemeriksaan fisik kas dan bank hasil perhitungan sebelumnya.
                          6) Selisih Kas diisikan data dengan membandingkan data fisik kas dengan catatannya.
                          3.1.3. Hasil rekonsiliasi internal.
                          Hasil rekonsiliasi internal merupakan rekonsiliasi antara pembukuan Bendahara Pengeluaran dengan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) dapat menggunakan format sebagai berikut:
                          Dokumen yang digunakan untuk menyusun hasil rekonsiliasi internal pada bulan pelaporan antara lain :
                          1) Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi.
                          2) Buku Pembantu Uang Persediaan (BP-UP).
                          3) Daftar Kuitansi UP yang belum di SPM-kan.
                          4) Neraca Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA).
                          Pada dasarnya perbedaan antara laporan yang disusun oleh UAKPA dengan yang dihasilkan oleh Bendahara Pengeluaran mencakup hal-hal sebagai berikut:
                          No.
                          Uraian
                          Laporan UAKPA
                          Laporan Bendahara Pengeluaran
                          1.Kuitansi pembayaran dengan Uang Persediaan yang belum di sahkan/SPM/ SP2DBelum dianggap sebagai realisasi yang mengurangi Pagu Anggaran dalam DIPASudah dianggap sebagai realisasi yang mengurangi Pagu Anggaran dalam DIPA
                          2.Kas di Bendahara PengeluaranTerbatas pada saldo Uang PersediaanMencakup seluruh saldo kas yang ada pada bendahara, meliputi:
                          a. Kas yang bersumber dari UP;
                          b. Kas yang bersumber dari SPM-LS/ SP2D-LS yang ditujukan kepada bendahara;
                            c.Kas dari potongan/pungutan pajak dan bukan pajak yang dilakukan oleh bendahara;
                            d. Kas dari sumber lainnya.
                              Tabel 1-Perbandingan Laporan UAKPA dan Laporan Bendahara
                              Sehubungan dengan perbedaan tersebut di atas, Kuasa Pengguna Anggaran (Kuasa PA) wajib melakukan rekonsiliasi internal, antara laporan yang dihasilkan bendahara dengan laporan yang dihasilkan UAKPA, sebelum/pada saat laporan pertanggungjawaban disusun
                              1. Saldo UP pada Buku Pembantu Uang Persediaan (BP UP) merupakan saldo akhir dari saldo Uang Persediaan yang tercatat pada Buku Pembantu Uang Persediaan.
                              2. Kuitansi UP yang belum disahkan, merupakan kuitansi-kuitansi yang dananya telah dikeluarkan oleh bendahara namun belum dimintakan penggantian.
                              3. Jumlah Saldo dan Kuitansi UP, merupakan penjumlahan Saldo UP pada Buku Pembantu Uang Persediaan (BP UP) dengan kuitansi yang belum disahkan.
                              4. Saldo UP menurut UAKPA, merupakan saldo Uang Persediaan yang tercatat dalam catatan akuntansi yaitu pada saldo buku besar Bendahara Pengeluaran pada Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Angggaran.
                              5. Selisih Pembukuan Uang Persedian, merupakan selisih antara Saldo Uang Persediaan pada Buku Pembantu Uang Persediaan dengan saldo Uang Persediaan pada UAKPA yang harus dijelaskan dalam Laporan Pertanggungjawaban.
                                Perbedaan LPJ dengan Laporan Keuangan :
                                1. LK adalah pertanggungjawaban PA/KPA yang menjadi lingkup Sistem Akuntansi Instansi (accountability report). Dalam LK, kas di bendahara adalah saldo UP/TUP yang belum di SPM-GU kan dan belum disetorkan ke rekening kas negara.
                                2. LPJ adalah pertanggungjawaban bendahara selaku pejabat fungsional (managerial report). Dalam LPJ, kas dibendahara mencakup seluruh uang dalam pengelolaan bendahara.
                                3. Informasi/data LPJ dapat digunakan dalam penyusunan LK, terkait dengan akun Kas di Bendahara.
                                  3.1.4. Penjelasan atas terjadinya selisih.
                                  Penjelasan atas terjadinya selisih (jika ada), meliputi selisih pembukuan dan selisih kas fisik.
                                  1. Laporan selisih pembukuaan menjelaskan hal-hal yang menyebabkan terjadinya selisih pembukuan sehingga pembaca laporan mendapatkan informasi yang jelas atas terjadinya selisih pembukuan tersebut.
                                  2. Laporan selisih fisik menjelaskan hal-hal yang menyebabkan terjadinya selisih fisik sehingga pembaca laporan akan mendapatkan informasi yang jelas atas terjadinya selisih fisik tersebut.

                                    Daftar Pustaka
                                    _______________. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
                                    _______________. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
                                    _______________. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
                                    _______________. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
                                    _______________. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
                                    _______________. Peraturan Menteri Keuangan 73/PMK/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja.
                                    _______________. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara / Lembaga / Kantor/ Satuan Kerja.
                                    _______________. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara.
                                    _______________. Materi Pembinaan Teknis Direktorat Pengelolaan Kas Negara tentang Peraturan Menteri Keuangan 73/PMK/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-47/PB/2009, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

                                    Kamis, 13 Desember 2012

                                    Kurikulum 2013 (Wawancara dengan Mendikbud)


                                    Wawancara dengan Mendikbud Terkait Kurikulum 2013 (Bagian 3)

                                    Wawancara Mendikbud dengan wartawan PIH Kemdikbud dan Vivanews.com (Rabu 5 Desember 2012)

                                    Kurikulum pendidikan di Indonesia akan drastis diubah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyusun kurikulum baru untuk tahun 2013 mendatang. Rencana ini rupanya sudah digagas sejak 2010.
                                    Alasan Kementerian: kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata.  
                                    Perubahan ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan siswa Indonesia. Salah satunya adalah survei "Trends in International Math and Science" oleh Global Institute pada tahun 2007.
                                    Menurut survei ini, hanya 5 persen siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai perbandingan, siswa Korea yang sanggup mengerjakannya mencapai 71 persen. Sebaliknya, 78 persen siswa Indonesia dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang hanya memerlukan hafalan. Sementara itu, siswa Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu hanya 10 persen.
                                    Indikator lain datang dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains. Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun berkembang lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6.
                                    Satu kesimpulan dari dua survei itu adalah: prestasi siswa Indonesia terkebelakang.
                                    Berikut wawancara selengkapnya:
                                    Mengapa ada perubahan kurikulum?
                                    Sebelum "mengapa", kita perlu bahas lebih dulu apa itu kurikulum. Bicara kurikulum itu pasti bicara empat hal. Pertama, standar kompetensi kelulusan. Kedua, standar isi. Ketiga, standar proses. Keempat, pasti kita bicara standar penilaian. 
                                    Gampangnya, anak-anak mau kita harapkan bisa apa. Siswa SD kelas 1 itu bisa apa? Lulusan SMP bisa apa, SMA dan seterusnya bisa apa? Ini yang kita tetapkan dulu. Dari situ, lalu kita isi apa? Kita beri menu apa anak-anak ini.  
                                    Tapi, tidak cukup dikasih menu saja. Prosesnya juga penting, bagaimana supaya makanan ini bisa ditelan atau diserap oleh sang anak dengan baik. Dalam proses itu ada metodologi, cara menyajikannya. Kalau bubur makannya pakai sendok. Kalau yang lain bisa pakai garpu atau tangan langsung. 
                                    Itu belum cukup. Juga penting bagaimana cara mengevaluasinya, cara penilaiannya. Nah, kalau kita bicara kompetensi, ini yang ditekankan sekarang. Ada tiga ranah atau domain, yaitu dari sisi sikap atau attitude, sisi keterampilan atau skill, dan sisi pengetahuan atauknowledge. Kompetensi yang ingin kita capai adalah: tiga-tiganya harus masuk.
                                    Itu definisi tentang kurikulum.
                                    OK, lalu kenapa diubah?
                                    Pertanyaannya memang mengapa kok diubah-ubah? Kayak kurang pekerjaan atau kebanyakan uang. Belum lagi pasti ada pro kontra, ganti menteri ganti kurikulum. Ini sudah kami timbang-timbang.  
                                    Zaman ke depan itu berubah, lho. Kalau tidak kita lakukan perubahan sekarang, nanti kita akan memproduksi generasi yang usang, yang tidak cocok dengan zamannya nanti. Akibatnya, nanti jadi beban. Termasuk tidak terserap di ketenagakerjaan.
                                    Harus kita lakukan perubahan, meski dengan risiko tidak populer. Daripada gara-gara kita sungkan, risikonya jadi lebih mahal. Kita tahu kurikulum sekarang ini tidak bisa diteruskan lagi. Nggak apa-apa lah nggak populer. Kalau mau selamat, saya diam-diam saja, pasti selamat. Termasuk soal Ujian Nasional itu, kalau mau dihapus, bisa saja dihapus. Orang pasti senang.
                                    Tapi mengurusi pendidikan itu kan bukan soal orang senang atau tidak. Orang nggak senengnggak apa-apa, asalkan ada nalarnya, ada rasionalitasnya.
                                    Apa kekurangan mendasar dari kurikulum sekarang? 
                                    Pertama, zaman sudah berubah. Yang dibutuhkan adalah kreativitas. Kita butuh modal pengetahuan. Tapi, itu saja tidak cukup. Jadi harus ada unsur produktif, kreatif, inovatif dan afektif. Ke depan kita butuh anak-anak yang seperti itu. 
                                    Sekarang sudah ada banyak keluhan. Anak-anak kita tidak kreatif. Kita hanya mengejar hafalan. Bahan pelajaran sedemikian banyak, anak dijejali terus.
                                    Lha, apa ini harus dibiarkan? Ya, perlu kita ubah, kita perbaiki. Bukan berarti yang lama itu salah semua. Yang lama itu benar pada zamannya. Yang kami garap ini juga tidak ada yang berani garansi selama 20 tahun tak akan diubah lagi. Tidak ada memang di dunia ini, kurikulum dipertahankan sampai 30 tahun. Tidak ada. 
                                    Jadi, akan berubah dari metoda hafalan ke nalar?
                                    Yang berubah tentu di keempat elemen itu. Standar kompetensinya berubah, prosesnya dan materinya juga ada yang berubah. Misalnya dari sisi proses. Pendekatannya berubah. Kita ingin agar anak-anak jadi kreatif. Pertanyaannya, apakah kreativitas itu bisa dibentuk atau dibangun? Ada beberapa riset yang menunjukkan bahwa kreativitas bisa dibentuk melalui proses pendidikan. Salah satunya adalah penelitian di Harvard University tahun 2011.
                                    Ada dua pertiga kesempatan membangun kreativitas melalui pendidikan. Sepertiganya melalui faktor genetik atau bawaan. Ini berbeda dengan intelegensia yang dua pertiganya karena faktor bawaan, sepertiga melalui pendidikan.
                                    Idealnya, intelegensianya tinggi, kreativitasnya juga tinggi. Tapi, kalau intelegensia bawaannya rendah, kita bisa memainkan space creativity. Meskipun intelegensianya pas-pasan, kreativitasnya bisa kita manfaatkan.   
                                    Bagaimana caranya membangun kreativitas? Tentu ada berbagai pendekatan yang bisa membangun kreativitas itu. Caranya, mulai kecil siswa kita biasakan untuk memanfaatkan inderawinya. Ajak mereka mengamati. Jadi, bukan main di wilayah kosong. tapi perlu masuk ke wilayah riil sehingga setiap kejadian terekam. Misalnya, apa yang ada di bulan sana? Kita ajak anak-anak melihat melalui teropong. Contoh lainnya sel. Kita bisa pakai mikroskop. Baru mereka bisa mengerti apa itu sel.
                                    Ke depan, persoalan semakin kompleks, beda dengan 30-40 tahun lalu. Karena kompleksitas ini, butuh kemampuan yang lebih tinggi dalam berpikir.
                                    Mengamati saja belum cukup. Anak harus dikembangkan kemampuan untuk bertanya. Karena dari bertanya itulah muncul rasa penasaran intelektual. Itu saja belum cukup. Siswa perlu kita ajari untuk berkemampuan mempresentasikan, mengkomunikasikan sesuatu, baik tertulis ataupun lisan. Oleh karena itu kita ajari bagaimana memformulasikan persoalan.
                                    Oleh karena itu, struktur mata pelajarannya pun juga berubah. 
                                    Seperti apa perubahan struktur mata pelajaran itu?
                                    Struktur mata pelajarannya kita tata lagi. Pendekatannya pun kita ubah. Objek pembelajarannya kita tentukan. Pasti tentang fenomena alam, fenomena sosial, fenomena budaya.
                                    Pendekatannya perlu diubah terutama untuk anak-anak SD. Anak SD belum bisa berpikir spesialis. Tidak usah anak SD, S1 saja masih belum spesialis. Doktor baru bisa tajam. Maka, anak-anak SD itu kita bangun kekuatan fondasi generiknya. Maka, pendekatan yang kita lakukan di pelajaran SD adalah tematik integratif. Kita menggunakan tema yang berintegrasi dengan berbagai macam. Misalkan tema hari ini tentang sungai, besok ganti jadi energi atau laut, gunung, apa saja. Di situ ada pelajaran tentang PPKN, matematika, kita integrasikan. 
                                    Jadi anak sekolah SD nanti tidak membawa buku matematika atau buku bahasa Indonesia. Mereka akan membawa buku dengan tema-tema tertentu. Hari ini misalnya tentang lingkungan. Jadi pelajarannya tentang lingkungan. Jadi, berhari-hari bawa buku tentang itu saja. Di buku itu ada matematikanya, ada bahasa Indonesianya, ada pelajaran IPA-nya. Itu menarik buat siswa. Belajar jadi hidup.  
                                    Jadi, mata pelajaran di SD nanti apa saja?
                                    Agama, PPKN, bahasa Indonesia, matematika, seni dan budaya, olahraga dan pendidikan kesehatan. Itu mata pelajarannya. Tetapi meskipun ada nama-nama mata pelajaran itu, pendekatannya tidak belajar sendiri-sendiri. Diintegrasikan.  
                                    Proses belajar di kelas seperti apa?
                                    Biasa saja. Secara teknis biasa. Guru menjelaskan. Tapi, selalu pendekatannya adalah observasi sehingga tidak harus di dalam kelas. Anak-anak bisa diajak keluar kelas.  
                                    Kenapa menurut survei kemampuan nalar siswa kita lebih rendah dibanding siswa Korea?
                                    Itu jadi bahan introspeksi kita. Kita berangkat dari TIMSS 2007 (Trends in International Mathematics and Science Study). Nanti di tahun 2013 akan keluar hasil survei tahun 2012. Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Makanya kenapa ini sangat penting, bahkan genting. Kita masuk pada fase penting dan genting. Karena itu harus segera diubah.
                                    Kalau tidak, atau menunda satu tahun saja, ada 10 juta anak kelas 1 SD yang tidak mendapatkan kesempatan. Siswa kelas 1 dan kelas 4 itu sekitar 10 juta. Sayang anak-anak kita. Karena itu kita harus all out.
                                    Uji publik yang direncanakan ini belum pernah ada dalam sejarah pembuatan kurikulum. Ini kita lakukan secara terbuka. Tapi sekali lagi kami mengajak agar pendekatannya saintifik, akademik. Jangan pakai pendekatan politik. Sudah ada 600 lebih yang memberi tanggapanonline, di http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id. Di situ ada diskusi virtual. Silakan memberikan masukan. Silakan sempurnakan.  
                                    Bagaimana implementasinya?
                                    Ini perlu effort yang luar biasa. Kami siap diaudit. Ini semata-mata untuk kepentingan masa depan. Untuk implementasinya, kami punya beberapa skenario. Salah satu yang menguat adalah secara bertahap.
                                    Jadi, mulai tahun depan kita mulai dari kelas 1 dan kelas 4. Kalau kita mulai dari kelas 6, anak-anak kan dari kelas 1 sudah menggunakan pendekatan yang lama. Tahu-tahu dikasih yang baru, ya nggak nyambung. Karena itu guru yang kita latih pun tidak semua, yang mengajar kelas 1 dan 4 saja.
                                    Guru SD kan ada 1,6 juta. Kalau kita latih semuanya, untuk apa? Tahun depan kelas 1 dan kelas 2, lalu kelas 4 dan kelas 5. Yang kelas 4 kan sudah naik ke kelas 5. Sehingga yang kita perlukan selanjutnya kelas 2 dan kelas 5.
                                    Kalau satu tahun mau diperpanjang lagi, baru kelas 3 dan kelas 6. Berarti, 3 tahun lunas untuk SD. Ada masa 3 tahun untuk menyiapkan itu. Tidak semuanya diselesaikan di 2012. Kami paham kemampuan kami, selain dari sisi pendekatan juga tidak pas. 
                                    SMP dan SMA juga begitu.
                                    Ini sudah kita siapkan semua. Kalau kita berpikir jernih, memang harus begitu. Karena keluhan soal metoda hafalan ini sudah lama.
                                    Perubahan ini akan membawa hasil yang lebih baik?
                                    Hasil pendidikan itu saya ibaratkan kotak. Bagaimana caranya kita menjadikan kotak ini jadi sebesar-besarnya? Bagi orang teknik gampang sekali: panjang, lebar dan tingginya ditambah.
                                    Nah, jadi panjangnya kita tambah. Tahun depan, insya Allah sudah dimulai pendidikan wajib 12 tahun. Lebarnya juga kita naikkan. Ini lama anak-anak tinggal di sekolah, atau jam belajar. Konsekuensinya jam belajar bertambah, karena pendekatannya berubah. Tinggi kotak itu efektivitas. Ini kuncinya di kurikulum.  
                                    Populasi usia produktif kita sekarang luar biasa besar. Warga berusia muda luar biasa banyaknya. Kalau tidak kita siapkan sejak sekarang, kasihan mereka. (kd)
                                    Sumber : www.vivanews.com

                                    KURIKULUM 2013


                                    Wawancara dengan Mendikbud Terkait Kurikulum 2013 (Bagian 1)

                                    Tempat : Ruang kerja Mendikbud, Gedung A Kompleks Kemdikbud Senayan Jakarta
                                    Hari : Rabu, 5 Desember 2012

                                    Pertanyaan : Bagaimana pengembangan Kurikulum 2013 ini?
                                    Mendikbud : Pengembangan kurikulum ini sudah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Artinya apa? Kalau ada suatu dokumen RPJMN 2010-2014, ini artinya disusun tahun 2009, berarti 2009 sudah dievaluasi, 2010-2014 harus ada penataan kurikulum. Ini perintah RPJMN.
                                    Dari sisi arah, sangat-sangat jelas. Arahnya adalah peningkatan kompetensi yang seimbang antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Tiga ini harus dimiliki. Yang dirisaukan orang bahwa anak-anak kita hanya memiliki kognitif saja, ini yang kita jawab. Kompetensi nantinya bukan urusan kognitif saja namun ada sikap, dan ketrampilan. Kompetensi ini didukung 4 pilar yaitu : produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Meskipun inovatif ini gabungan sifat produktif dan kreatif, namun kita taruh berdiri sendiri saja. Kalau seseorang produktif dan kreatif, tidak serta merta menjadi inovatif, tapi inovatif ini hanya bisa dibentuk kalau ada dua hal tersebut. Kalau ada beras ada ikan belum tentu otomatis bisa dimakan,tapi kalau tidak ada beras tidak ada ikan otomatis tidak ada yang bisa dimakan. Syaratnya ada beras, ada ikan.
                                    Tentang afektif ini, kita ini rindu dengan kekuatan-kekuatan moralitas, sentuhan seni. Tentu saja dibingkai dengan ke-Indonesia-an.
                                    Ini sesuatu yang baru, uji publik kurikulum. Sebelumnya tidak pernah ada uji publik. Jadi ini kita lempar ke publik. Tujuannya apa? pertama supaya publik tahu akan ada kurikulum baru, kedua publik dapat berpartisipasi sehingga ada rasa memiliki atau self-belonging. Dalam partisipasi ini siapa saja boleh memberi pandangan. Oleh karena itu paling gampang kita masukkan dalam web kitahttp://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
                                    Apakah yang disentuh cuma mata pelajaran? Tentu saja tidak. Kalau kita bicara kurikulum, kita harus bicara 4 hal, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Proses ini berarti metodologi, atau pendekatan. Itu kurikulum keempat-empatnya, mata pelajaran hanya satu aspek saja, termasuk buku cuma satu aspek saja.
                                    Yang pertama kita garap dalam penyusunan kurikulum adalah kompentensi apa yang akan kita capai. Anak kelas I SD diharapkan bisa apa, kelas V bisa apa, itu yang pertama ditentukan. Untuk ke situ apa yang harus dilakukan? Setelah kompetensi ditentukan, prosesnya harus ditentukan. Setelah itu cara evaluasinya harus ada, apakah sudah tercapai atau belum. Jadi perlu standar penilaian. Jadi mata pelajaran itu sesuatu yang kecil saja, suatu akibat saja.
                                    Apa bedanya kurikulum yang dulu dengan yang sekarang? Kurikulum yang lama pun ada standar kompetensi, ada isinya, proses, dan penilaian. Dari situ kita review semua, sejak 2011 sudah kita review. Ketika ramai-ramainya PPKN, kita pelajari semua. Pendekatannya kita ubah. Kalau dulu mata pelajaran dulu ditetapkan, baru kompetensinya, sekarang kita ubah, kompetensinya dulu ditetapkan, baru menyusul mata pelajarannya.
                                    Pendekatannya adalah scientific-approach, atau pendekatan ilmiah.
                                    Pertanyaan : Mengapa kurikulum harus berubah?
                                    Mendikbud : Yang paling mendasar, adik-adik kita didik ini untuk apa? Yang paling utama kan untuk mereka sendiri, yang nantinya akan kembali untuk keluarga,  bangsa, dan negara. Kapan itu? kalau anak sekolah sekarang, itu bukan untuk sekarang. Agar mereka bisa hidup untuk nanti. Jaman itu nanti berubah, jadi harus dimulai dari sekarang. Kalau kita tidak berubah kita akan menghasilkan generasi yang usang. Generasi yang akan menjadi beban, dan juga tidak terserap di dunia kerja.
                                    Pertanyaan : Bagaimana tentang anggapan ganti menteri ganti kurikulum?
                                    Mendikbud : Saya dihadapkan pada 2 pilihan: Apakah mempertahankan tidak usah ganti kurikulum biar ga dibilang ganti menteri ganti kurikulum, atau kedua tidak apa-apa ganti kurikulum asal ada landasan. Saya memilih yang kedua, ganti kurikulum nggak apa-apa asal punya pijakan. Kalau ini dilakukan, saya yakin kurikulum ini tidak akan berubah dalam 4 atau 5 tahun.
                                    Kembali ke 4 pilar di atas, penelitian menunjukkan bahwa kreativitas bisa dibangun melalui pendidikan. Penelitian ini masih relatif baru, tahun 2011. Penelitian ini menunjukkan 2/3 kreatifitas diperoleh melalui pendidikan, sedangkan 1/3 karena genetik.
                                    Bagaimana menumbuhkan kreatifitas? Anak-anak kita ajari mengamati. Manfaatkan indrawi untuk melihat fenomena. Tidak hanya mengamati, tetapi kita dorong untuk bertanya. Tidak hanya bertanya, tetapi harus sampai ke menalar. Dan nanti sampai ke mencoba, sampai ke eksperimen.
                                    Makanya prosesnya kita ubah. Karena prosesnya berubah, makanya jam pelajarannya bertambah.
                                    Obyek pembelajarannya adalah fenomena alam, fenomena sosial, fenomena budaya. Belajar apa saja, obyeknya pasti tiga hal tersebut. Pendekatannya kita gunakan tematik-integratif.
                                    Anak-anak kecil itu kan belum bisa berfikir spesialis. Karena spesialis itu memerlukan basic yang kuat, makanya dari awal anak-anak kita ajari berfikir utuh. Generik, tapi generik-nya kita perkuat. Tidak pelajaran-pelajaran satu-satu. Tidak boleh anak-anak kecil itu kita ajari spesialis.
                                    (NW)