Selamat Datang di Blog Saya. Jangan lupa meninggalkan pesan dan komentar Anda

Selasa, 01 Maret 2011

Potret Bangsa Indonesia Masa Depan

Potret Bangsa Indonesia Masa Depan

Potret Bangsa Indonesia masa datang yang ingin dibangun, bangsa yang bermartabat, kita tetapkan beberapa butir yang paling dominan, tidak di awang-awang, membumi, mudah operasionalisasinya, mudah dicerna masyarakat luas, dan ada niat serta kemauan mengimplementasikan, kita gali dari pandangan beberapa pakar berikut (Silalahi, Marie Muhammad, Feisal Tamin, Erna Witular, Hasil Penelitian LIPI, Prof. MT Zen, Imam Buchori Zainun, Mohammad Sahari Besari, Tjia May Oen, I Gde Rake, Harijono Djojodiharjo, dan Ciputra):
  1. Silalahi, mantan Menpan, ”Sepuluh Pedoman Pengabdian Aparatur”: (1) Mengenal, mengerti, menghayati, dan melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggungjawab; (2) Tabah, rajin, dan menyelesaikan pekerjaan secepatnya; (3) Patriot, berusaha dan bertindak mencapai hasil lebih baik; (4) Terpuji, berbuat yang bermanfaat untuk organisasi dan masyarakat; (5) Mawas diri, Belajar dan berlatih terus menerus; (6) Beriman, bertaqwa, beriptek, berdoa, berusaha, dan bersyukur; (7) Kesatria, jujur, dan berani mengakui kesalahan; (8) Dewasa, bekerja tanpa putu asa dan menyadari keterbatasan; (9) Bijaksana, berbadan dan berpikir sehari; dan (10) Aparatur sejati, semangat, tak kenal menyerah, rela berkorban, dan loyal.
  2. Marie Muhammad, mantan Menkeu: manusia Indonesia masa depan adalah manusia yang transparan, bertanggungjwab dan bertanggunggugat, wajar dan setara, berkesinambungan dan berkelanjutan, memberi kesempatan yang sama untuk ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.
  3. Feisal Tamin, mantan Menpan: harus dibangun birokrat profesional karier hang netral, kompeten, sejahtera, setia dan taat kepada negara, pemerinah dan masyarakat, bermental baik, berwibawa, berkualitas, dan selalu memperbaiki dirinya memberikan pelayanan kepada masyarakat.
  4. Erna Witular, mantan Menteri: perlu ada saling tahu, adanya dialog, mengakui adanya perbedaan, tumbuh konsensus dan sinergi, dan melihat perbedaan justru sebagai warna dalam tata pengaturan.
  5. Hasil Penelitian LIPI (2000): harus dibangun manusia Indonesia modern yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dari Manusia Indonesia tradisional, yang bercirikan manusia yang selalu melihat ke masa depan, percaya pada diri sendiri, sikap hidup kritis, gaya hidup kreatif, cara berpikir rasional dan analitik, stratifiksi sosial terbuka atas dasar prestasi (achievement), kekuatan iptek berpengaruh kuat, masyarakat dinamis, suka menciptakan dan menyebarkan informasi dan selalu berusaha menciptakan inovasi, sumber hidup utama dari informasi yang didukung industri, bentuk masyarakat heterogeneous di bidang profesi, usaha hidup dengan long-term planning, orientasi budaya global, kepemimpinan yang efektif (Ing ngarso sung tulodo, baru kemudian Ing madya mangun karso, dan Ttut wuri handayani), adanya formal kontrol (pengawasan) yang terrencana.
  6. Prof. MT Zen menyarankan agar universitas difungsikan sebagai “a house of learning, an agent of change and progress, an agent for social control, a conscience and the lighthouse for the nation, and a producer of leaders”. Universitas harus mendidik budaya hemat, efisien, efektif, tidak korupsi, tidak bermewah-mewahan, tidak birokratik, dan tidak sogok-menyogok. Carilah pemimpin yang bisa menjadi ratu adil, membebaskan diri dari kebodohan, ketidaktahuan, ketakutan, dan prasangka. Bangsa Indonesia harus mempunyai prinsip dasar “Sepuluh Sifat dan Ciri Manusia Masa Depan” (The Ten Modern Commandments), yaitu (1) beranggapan bahwa kerja itu mulia; (2) mempunyai prinsip hidup yang jelas, mempunyai moral principles, berpegang pada nilai-nilai etika tertentu; (3) berdisiplin tinggi, tepat waktu dan menghargai waktu, serta memegang komitmen; (4) rendah hati, terbuka, mau belajar terus menerus, dan mau mendengarkan orang lain; (5) hidup hemat dan suka menabung (seperti orang-orang Eropa Utara); (6) bertanggungjawab dan akuntabel; (7) rajin seperti orang Jepang, China, dan Korea, tidak hanya menunggu, berdoa, dan meminta; (8) sehat, gesit, lincah, penuh gairah hidup, action man, manusia bertindak, dan berani mengambil resiko; (9) berorientasi pada iptek (science and technology); dan (10) mempunyai empathy kepada sesama manusia, sikap peduli, dan cinta kepada tanah airnya. Cinta kepada bangsanya dan menghargai sesama bangsanya, tidak hanya memuja dan memuji bangsa lain.
  7. Imam Buchori Zainuddin, dosen ITB, menyarankan agar kita mendesain bangsa yang meritokratis. Harus kita buang 6 (enam) sifat manusia Indonesia yang jelek, yaitu (1) munafik atau hipokrit, di antaranya menampilkan dan menyuburkan sikap asal bapak senang (ABS), (2) enggan dan segan bertanggungjawab atas perbuatannya, (3) bersikap dan berperilaku feodal, (4) percaya takhyul, (5) penghayal, artistic dan seni berlebihan, dan (6) lemah watak dan karakternya. Harus dibangun meritokrasi tak terbatas (unrestricted), meritokrasi moderat (moderated), dan meritokrasi egalitarian. Yang ditumbuhkan adalah manusia yang percaya diri, memulai dari kemampuan yang dimiliki, tidak diombang-ambingkan oleh nilai-nilai globalisasi yang sengaja dipaksakan dalam rangka kompetisi ekonomi global.
  8. Profesor Mohammad Sahari Besari, guru besar ITB, menyorot pentingnya budaya progresif, orientasi waktu, menekankan pada kepentingan masa depan, kerja merupakan masalah sentral, ketekunan, kreativitas, prestasi mendapat imbalan, tidak boros, tidak knsumtif, ekonomis, pendidikan merupakan kunci dari kemajuan, keberhasilan merupakan masalah sentral bagi peningkatan status, trust, nilai-nilai etis, keadilan dan fairness bersifat universal, kekuasaan cenderung didistribusikan secara horizontal (demokratis) dan kehidupan politik makin mantap. Teknologi lokal, kultur pertanian, gotong royong, teknologi berburu ikan paus, teknologi batik, pemanfaatan bambu, jamu tradisional, harus dipertahankan dan bahkan ditumbuhkembangkan. Melalui pendidikan yang teratur, mantapkan budaya-budaya tadi dan teknologi tepat guna yang telah mendarah daging.
  9. Pakar iptek Tjia May On menekankan pentingnya penyamaan persepsi tentang riset. Ekonomi adalah penggerak pembangunan, sedangkan iptek merupakan pemacu pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perlu pembenahan tradisi, kreativitas, originalitas, metodologi ilmiah, learning by doing, sinergi basic/fundamental research dengan applied research, dan penerapan strategi pembangunan berbasis budaya riset.
  10. I Dewa Gde Raka (“Pendidikan: Melampaui Kompetensi - Beyond Competence”), menyarankan agar kita membangun kembali kepercayaan diri dan idealisme bangsa, menyalakan kembali aspirasi menjadi bangsa terpandang, bangsa bermartabat, dan bangsa disegani, sangat diperhitungkan dalam pergaulan bangsa dan negara-negara di dunia. Kita harus memupuk rasa kebangsaan, kesadaran dan pengertian bahwa kita saling membutuhkan, tergantung dan mendukung, menghindari sikap eksklusif dan diskriminatif. Diperlukan perubahan dalam tataran kebijakan, dibangun kesadaran baru yang bersumber dari kecerdasan, kredibilitas, kohesivitas, dan semangat kerja yang tinggi. Harus dilakukan perubahan model pembangunan, cara pandang atau model-model yang memposisikan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat sebagai poros dan inti penggerak, penghela dan pendorong utama kemajuan bangsa. Cerdas teknologi, produktif, kerja keras, kreatif, punya jati diri budaya, kebiasaan hidup bersih, terbuka, memanfaatkan peluang, insan yang utuh, mengembangkan kompetensi, berkarakter, cita-cita, semangat dan kepekaan murni. Tingkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam membiayai pendidikan.
  11. Prof. Harijono Djojodihardjo, guru besar ITB, dalam tulisannya berjudul “Pendidikan dan Pengembangan Sains dan Teknologi secara Holistik sebagai Landasan Pembangunan Bangsa Adil Makmur da Unggul”, menekankan pentingnya bangsa Indonesia menjadi pelaku aktif dalam teknologi, industri, dan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy), membangun manusia dan masyarakat Indonesia yang berbudaya maju, mandiri, cerdas, santun, percaya diri, unggul dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam suasana kehidupan bangsa yang adil, makmur, dan berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungannya, serta produktif, responsif, dan kompetitif dalam tatanan masyarakat global yang berbasis informasi, teknologi dan pengetahuan, membangun knowledge-based economy/society/technology. Globalisasi menuntut kreativitas, produktivitas, gaya hidup selektif, proaktif, terarah, fleksibel, akomodatif, agar kita bisa membangun teknologi, industri, dan knowledge-based economy global yang tangguh. Ini menuntut pematangan budaya menuju ke ciri masyarakat maju, mandiri, unggul, terbentuknya masyarakat madani atau masyarakat warga (civil society), transformasi budaya, perubahan mind-set, karater dan jati diri, menuju terbentuknya bangsa yang kokoh, tangguh, tahan uji, tahan jaman dan konsisten dalam mengembangkan jati dirinya.
  12. Tokoh pebisnis terkenal Ciputra mengangkat 12 karakter unggul, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri, menghargai hikmat, optimis, dan proaktif. Ditekankannya, dunia membutuhkan pria dan wanita yang tidak dapat dibeli, perkataannya dapat dipercaya, menempatkan karakter di atas kekayaan, memiliki pendapat dan tekad, melakukan lebih besar daripada pekerjan mereka, tidak ragu mengambil kesempatan, tiak akan kehilangan jati diri, akan selalu jujur dalam hal kecil maupun besar, tidak akan berkompromi dengan hal yang salah, ambisinya tidak dikuasai keinginan egois mereka sendiri,tidak akan melakukan sesuatu karena orang lain juga melakukannya, selalu setia kepada teman mereka baik dalam keadaan baik atau buruk, susah maupun kaya, tidak mengakui bahwa kelicikan, licin, dank eras kepala adalah kualitas terbaik untuk sukses, dan tidak malu atau takut untuk berdiri di atas kebenaran ketika tidak ada yang mendukung, orang yang dapat berkata “tidak” dengan tegas, meskipun seluruh dunia mengatakan “ya”.

Beberapa pegangan dalam membangun Bangsa Indonesia Yang Bemarabat:
  1. Etos Kerja, merupakan determinan utama setiap orang, berupa upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau peningkatan SDM individual, organisasional, dan sosial. Etos Kerja manusia ditandai oleh pemahaman: (1) kerja adalah rahmat (bekerja tulus penuh syukur), (2) kerja adalah amanah (bekerja benar penuh tanggungjaab); (3) kerja merupakan panggilan (bekerja tuntas penuh integritas), (4) kerja adalah aktualisasi (bekerja keras penuh semangat); (5) kerja adalah ibadah (bekerja serius penuh kecintaan), (6) kerja adalah seni (bekerja kreatif penuh sukacita); (7) kerja adalah kehormatan (bekerja tekun penuh keunggulan); dan (8) kerja adalah pelayanan (bekerja sempurna penuh kerendahan hati.
  2. Setelah mengetahui makna kerja dan bekerja, manusia harus punya esensi ketahanan pribadi, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, percaya diri dan memegang teguh prinsip, mandiri (bebas dari keinginan menggantungkan diri), menumbuhkan kebersamaan, berjiwa dinamis, kreatif, pantang menyerah (ulet dan tangguh), dan memiliki visi pribadi yang mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan diri sendiri. Selanutnya dibutuhkan keuletan dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan dan ketangguhan.dalam memperkuat daya tangkal terhadap berbagai jenis ancaman.
  3. Pentingnya budaya progresif, orientasi waktu, menekankan pada kepentingan masa depan, kerja merupakan masalah sentral, ketekunan, kreativitas, prestasi mendapat imbalan, tidak boros, tidak knsumtif, ekonomis, pendidikan merupakan kunci dari kemajuan, keberhasilan merupakan masalah sentral bagi peningkatan status, trust, nilai-nilai etis, keadilan dan fairness bersifat universal, kekuasaan cenderung didistribusikan secara horizontal (demokratis) dan kehidupan politik makin mantap. Teknologi lokal, kultur pertanian, gotong royong, teknologi berburu ikan paus, teknologi batik, pemanfaatan bambu, jamu tradisional, harus dipertahankan dan bahkan ditumbuhkembangkan. Melalui pendidikan yang teratur, mantapkan budaya-budaya tadi dan teknologi tepat guna yang telah mendarah daging.
  4. Pentingnya penyamaan persepsi tentang ekonomi dan riset/iptek. Ekonomi adalah penggerak pembangunan, sedangkan iptek merupakan pemacu pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perlu pembenahan tradisi, kreativitas, originalitas, metodologi ilmiah, learning by doing, memadukan basic/fundamental research dengan applied research, dan penerapan strategi pembangunan berbasis budaya riset.
  5. Agar kita membangun kembali kepercayaan diri dan idealisme bangsa, menyalakan kembali aspirasi untuk menjadi bangsa yang terpandang, bangsa yang bermartabat, dan bangsa yang disegani, dan sangat diperhitungkan dalam pergaulan bangsa dan negara-negara di dunia. Kita harus memupuk rasa kebangsaan, kesadaran dan pengertian bahwa kita saling membutuhkan, saling tergantung dan mendukung, menghindari sikap eksklusif dan diskriminatif. Diperlukan perubahan dalam tataran kebijakan, dibangun kesadaran baru yang bersumber dari kecerdasan, kredibilitas, kohesivitas, dan semangat kerja yang tinggi. Harus dilakukan perubahan model pembangunan, cara pandang atau model-model yang memposisikan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat sebagai poros atau inti penggerak, penghela atau pendorong utama kemajuan bangsa. Cerdas teknologi, produktif, bersedia kerja keras, kreatif, punya jati diri budaya, kebiasaan hidup bersih, terbuka, memanfaatkan peluang, insan yang utuh, mengembangkan kompetensi, berkarakter, cita-cita, semangat dan kepekaan murni. Tingkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam membiayai pendidikan.
  6. Pentingnya bangsa Indonesia menjadi pelaku aktif dalam teknologi, industri, dan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy), membangun manusia dan masyarakat Indonesia yang berbudaya maju, mandiri, cerdas, santun, percaya diri, unggul dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam suasana kehidupan bangsa yang adil, makmur, dan berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam lingkungannya, serta produktif, responsif, dan kompetitif dalam tatanan masyarakat global yang berbasis informasi, teknologi dan pengetahuan, membangun knowledge-based economy/society/technology.
  7. Globalisasi menuntut kreativitas, produktivitas, gaya hidup selektif, proaktif, terarah, fleksibel, akomodatif, agar kita bisa membangun teknologi, industri, dan knowledge-based economy global yang tangguh. Ini menuntut pematangan budaya menuju ke ciri masyarakat maju, mandiri, unggul, terbentuknya masyarakat madani atau masyarakat warga (civil society), transformasi budaya, perubahan mind-set, karater dan jati diri, menuju terbentuknya bangsa yang kokoh, tangguh, tahan uji, tahan jaman dan konsisten dalam mengembangkan jati dirinya. Tekanan globalisasi dan tantangan millennium, hambatan budaya, perlu diatasi dengan keunggulan akal, budi, sains, teknologi dan knowledge, didukung keinginan kuat untuk menciptakan manusia dan masyarakat Indonesia masa depan yang berbudaya maju, mandiri, cerdas, santun, percaya diri, unggul dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam suasana kehidupan yang adil, makmur, serba berkesinambungan dan berwawasan lingkungan, selaras dalam hubungan antar sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan lingkungan alamnya, produktif, responsive, dan kompetitif dalam tatanan masyarakat global berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan komunikasi.
  8. Perubahana masyarakaat yang cepat harus dibarengi pengembangan jaringan kemitraan, kepemimpinan, strategi pembangunan, struktur organisasi yang tepat, kerjasama yang konstruktif, kemajuan infrastruktur teknologi yang memadai, masyarakat madani, dan sektor publik. Menghadapi masa depan, dalam proses transformasi budaya menuju bangsa dan Negara modern, paradigma berikut sangat penting, (1) hanya bangsa yang santun, cerdas, percaya diri, dan unggul mampu menciptakan sistem yang menumbuhkan keadilan dan kemakmuran; (2) waktu, ruang, sumber daya dan lingkungan sangat berharga; (3) wawasan, ketetapan hati, dan ketekunan serta kemauan kuat mengubah diri secara kritis dan progresif merupakan modal utama bangsa; (4) wawasan keberanian, upaya dan kepemimpinan dapat memicu dan memacu inisiatif dan proses pembangunan bangsa; dan (5) profesionalisme dan saling percaya akan mempersatukan bangsa.
  9. Belajar dari pengalaman sendiri dan bangsa lain, menyadari, memahami, dan tidak mengulangi kekeliruan, mengkaji keberhasilan sejarah kejayaan masa lalu, mengkaji keberhasilan bangsa lain, meningkatkan motivasi, dan memahami ciri dan karakter bangsa (kekuatan dan kelemahan). Kita harus mengatasi berbagai faktor, kompleksitas dan kelembaman budaya bangsa menuju “social trust” menghilangkan rasa kurang percaya diri, kehilangan motivasi, sikap self critic yang deseleratif dan tidak konstruktif, sikap arogansi dan keangkuhan, serta pelecehan terhadap warga yang dipandang tidak sejalan/tidak berguna, sikap kurang kreatif yang didasarkan atas premis kesempitan dana dan kealpaan mengembangkan sistem yang dapat memanfaatkan SDM secara optimal, serta kesadaran dan pemahaman bahwa segala asset yang dimiliki adalah titipan seluruh generasi yang harus dijaga kelestarian dan kesinambungannya agar di kemudian hari tidak terjadi malapetaka nasional.(Disalin dari Tulisan Prof. Komarudin, M.A., Mantan Staf Ahli Menpan)

Maros, 01 Maret 2011

Muhammadia Arafah

Tidak ada komentar: