Selamat Datang di Blog Saya. Jangan lupa meninggalkan pesan dan komentar Anda

Sabtu, 07 Agustus 2010

Sambutan MenegPAN-RI pada Pembukaan Prog. ENCOMPASS

Sambutan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
pada
Acara Pembukaan Tahun Akademis / Seremoni Pembukaan
Program ENCOMPASS
(Encountering a common Past in Asia)
Melihat Asia Masa Lalu

disajikan di Universiteit Leiden
Selasa, 5 September 2006
Hooglandse kerk, Middelweg 2, Leiden
Negeri Belanda


“ SEJARAH KEMANUSIAAN ”


Rektor Universitas Leiden yang saya hormati,
Hadirin yang bebahagia,
Assalam’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya sampaikan ucapan terimakasih kepada Kepala Departemen Kebudayaan, Prof.dr. Wim van den Doel, Profesor Kebudayaan Contemporary atas undangan kepada saya untuk menyampaikan sambutan pembukaan pada Pembukaan Tahun Akademis Program ENCOMPASS (Encountering a common Past in Asia).. Kepada Yang Mulia Duta Besar Republik Indonesia untuk Negeri Belanda, saya sampaikan terimakasih atas dukungan terhadap saya sehingga berkesempatan memberikan sambutan pada acara berskala internasional yang penting ini.
Sambutan saya difokuskan pada “Sejarah Kemanusiaan.” Manusia adalah makhluk atau insan yang berakal budi (mampu menguasasi makhluk lain), sedangkan kemanusiaan merupakan sifat-sifat manusia, secara manusia, dan sebagai manusia. Terkait dengan itu, perikemanusiaan adalah hal-hal yang layak bagi manusia atau masalah kasih sayang kepada sesama yang hidup. Manusiawi adalah bersifat manusia atau kemanusiaan. Memanusiakan adalah menjadikan, menganggap atau memperlakukan sesuatu sebagai manusia. Saya sangat terkesan dengan puisi yang tertulis pada kuburan di salah satu lokasi di Inggris yang menegaskan pentingnya “kehendak untuk berubah” dari diri sendiri.
Ada lagu rakyat yang mengandung nilai-nilai budaya yang luhur masih diajarkan kepada masyarakat akar rumput (grassroot) Jawa, yaitu “Sekar Mijil”: “Dedalane guno lawan ekti, Kudu andap asor, wani ngalah, luhur wekaane; tumungkulo yen dipun dukani; bapang den simpangi, ono catur mngkur” (aninomous; dikutip dari Prof.Dr. Mohamad Sahari Besari, Institut Teknologi Bandung, 2003).
Dalam melihat sejarah kemanusiaan, seyogyanya kita menempatkan manusia di titik sentral menuju kesejahteraan, kebahagiaan, kebesaran dan kemuliaan sebagai tujuan perjuangan bangsa. Di kawasan Asia, Indonesia dapat belajar dari perjuangan bangsa Jepang yang gigih melakukan reformasi, memprioritaskan pendidikan, administrasi pemerintahan yang sangat rapih warisan Tokugawa, semangat Bushido yang berdisiplin tinggi, menjunjung tinggi kode etik dan tatakrama kehidupan, setelah dipermalukan kemudian insaf dan bangkit mencapai kejayaan. Walaupun bangsa Indonesia memiliki sebagian jiwa dan semangat seperti yang dimiliki Jepang, tetapi secara keseluruhan Indonesia perlu belajar lebih mencintai tanah air, jiwa, semangat, sikap, perilaku, ketekunan, kerajinan, dan kepatuhan, Ada kecenderungan negatif, bangsa Indonesia tidak lagi saling mempercayai, kembali ke primordialisme yang sangat primitif, hanya percaya pada lingkungannya, keluarga atau kelompok, suku atau agama. Gejala ini jika dibiarkan, akan menuju disintegrasi. Bukan hanya reformasi yang diperlukan, tetapi transformasi dan inovasi di banyak bidang (sistem pemerintahan, ekonomi, industri, perdagangan, pendidikan, kesehatan, hukum dan perundang-undangan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta intelektual) dan meningkatkan nasionalisme, Hindari pengkerdilan bangsa dan penyesatan logika. Belakangan ini banak pernyataan yang kelihatannya logis tetapi sebenarnya tidak masuk akal.
Indonesia adalah negara yang besar, luasnya hampir sama dengan Eropa dari London sampai ke Istanbul dan sama dengan Amerika Serikatt. Perbedaannya, Indonesia terdiri hampir 65% lautan sehingga dikenal sebagai Ngara Kepulauan Nusantara atau Benua Maritim Indonesia (BMI).
Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, mempnyai komitmen sangat kuat terhadap pemberantasan korupsi. Visi menciptakan Indonesia yang aman, bersatu, rukun dan damai, menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, hak asasi manusia, adil dan demokratis, serta mewjudkan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak dan masyarakat sejahtera, diupayakan dengan melakkan reformasi birokrasi, menegakkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi, menuju tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (good governance), pemerintahayang bersih (clean government), dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang saya hornati,
Sesuai acara ENCOMPASS pada hari ini, maka sambutan difokuskan pada pentingnya antropologi dan perjalanan sejarah kemanusiaan di Indonesia. Berdasarkan pengalaman masa lalu, diupayakan membangun manusia Indonesia masa depan yang berjati
diri, profesional, transparan, akuntabel, bermoral, bertanggungjawab, dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Koentjaraningrat dalam bukunya berjudul Pengantar Ilmu Antropologi (1980), membahas asas dan ruang lingkup ilmu antropologi, makhluk manusia, kepribadian, masyarakat, kebudayaan, dan etnografi, dan dalam bukunya berjudul Beberapa Pokok Antropologi Sosial (1967), membahas sistem-sistem pentjarian hidup, kekerabatan, kesatuan hidup, dan religi. Pokok-pokok pikiran Koentjaraningrat tersebut yang terkait erat dengan sejarah kemanusiaan, diuraikan pada bagian-bagian berikut, bersinergi dengan pandangan para pakar lainnya dalam upaya membangun masyarakat Indonesia masa depan yang berbudaya.

I. DARI MANUSIA PURBA KE MANUSIA BEKEPRIBADIAN
Manusia bersama makhluk lain yang menyusui keturunan disebut mammalia, termasuk di dalamnya primat, semua jenis kera, mulai dari yang kecil sebesar tupai seperi Tarsii sampai gorilla, gibbon, orang utan, dan chimpanzee. Bentuk manusia tertua di Indonesia, ditemukan oleh seorang dokter Belanda, Eugene Du Bois, tahun 1890 di lembah Sungai Bengawan Solo (fosil Soloensis), Jawa Tengah, dekat desa Kedung Brubus dan desa Trinil di Mojokerto (fosil Majakertensis) Jawa Timur, ditemukan sekelompok tengkorak atas, rahang bawah dan tulang paha. Du Bois memberi nama Pithecanthropus Eretus (manusia kera yang berjalan tegak) dan menganggapnya sebagai nenek moyang manusia. Disimpulkan pula bahwa makhluk tersebut sudah berkebudayaan, ditunjukkan dengan sudah digunakannya alat batu dan kayu dalam kehidupananya, serta menggunakan akal dan bahasa dalam kehidupannya.
Mendekati Perang Dunia II, antara 1931 dan 1934, ditemukan lebih dari 20 fosil, 14 di antaranya di desa Ngandong sebelah Utara Trinil dan desa Sangiran, oleh ahli geologi Jerman, GHR von Koenigswald.
Fosil-fosil Ngandong menjadi terkenal dan lama menjadi perdebatan para ahli paleoantropologi. Pada 1976, oleh GHR von Koenigswald, yang semula menganggap 14 fosil miliknya pribadi, kemudian semuanya diserahkan kembali kepada Indonesia dan disimpan di Lembaga Antropologi Ragawi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Jawa Tengah. Mula-mula 14 fosil ini terkenal dengan nama Homo Soloensis, tetapi Teuku Jacob yang meneliti untuk disertasinya Some Problems Pertaining to the Racial History of the Indonesian Region di Universiteit Utrecht Belanda tahun 1967 memberi sebutan Pithecanthrhous Soloensis.
Dalam pekembangannya, A.L. Kroeber (Anthropology, 1948, halaman 140), menggolongkan ras-ras manusia ke dalam 4 (empat) ras pokok dan 1 (satu) ras khusus:
Pertama, Ras Australoid (penduduk asli Australia); kedua, Caucasoid (Nordic – Eropa Utara sekitar Laut Baltik; Alpine – Eropa Tengah dan Timur; Mediterranean – sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, dan Iran; dan Indic – Pakistan, India, Bangladesh, dan Sri Langka); Mongoloid (Asiatic Mongoloid – Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur; Malayan Mongoloid – Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli Taiwan); dan Negroid (African Megroid – Benua Afrika; Negrito – Afrika Tengah, Semenanjung Melayu, Filipina; dan Melanesian – Irian, Melanesia); dan Ras Khusus (Bushman – Gurun Kalahari, Afrika Selatan; Veddoid – pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan; Polynesian – Kepulauan Mikronesia dan Polinesia; dan Ainu – Pulau Karafuto dan Hokaido Jepang Utara).
Dalam status alami, manusia bersama kelahirannya membawa berbagai hak asasi. Fukuyama, merujuk Thomas Hobbes (dalam Sahari Besari, 2004) menyatakan bahwa di antara berbagai hak asasi tersebut, yang palng utama dan universal adalah hak mempertahankan hidupnya (the right to preserve life) yang berimplikasi bahwa hak tersebut berlaku bagi orang modern maupun orang prasejarah. Hak tersebut melahirkan empat kebutuhan dasar universal, yaitu pangan, mobilitas, komunikasi dan pertahanan (defense). Manusia purba mengembangkan emosi, intelegensia, menemukan peralatan batu, menciptakan api dari batu, menggunakan alat pemukul, melakukan invensi dan inovasi sederhana, membuat alat pemotong, palu, dan kapak. Mulai menanam padi, mencari ikan menggunakan jala, berburu ikan, membuat berbagai motif batik, membuat jamu tradisional, dan berubah dari budaya statik ke progresif. Dari manusia purba ke manusia modern, membawa banyak perubahan. Manusia modern dengan budaya progresif, paling sedikit mengandung sepuluh unsur, yaitu orientasi waktu (masa depan), kerja merupakan masalah sentral (tekun, kreatif, mengejar prestasi, kepuasan dan kehormatan pribadi), ekonomis (tidak boros, tidak konsumtif) sebagai awal investasi, pendidikan kunci kemajuan, menuju keberhsilan, radius identifikasi dan kepercayaan, nilai-nilai etis lebih kaku (rigorous, tidak menumbuhkan permissiveness), keadilan dan fairness merupakan nilai universal, kekuasaan disistribusikan secara horisontal (demokratis), dan pengaruh institusi religius terhadap kehidupan publik sangat kecil, heterodoksi dan perbedaan pendapat ditoleransi dan malah dianjurkan.
Para ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi telah mempelajari pola kelakuan manusia, mulai dari pola kelakuan (patterns of behavior), pola tingkah laku atau tindakan (patterns of action), pola kelakuan manusia, yaitu kelakuan organisme manusia yang ditentukan oleh naluri, dorongan, reflex, dan kelakuan yang tidak ditentukan akal dan jiwanya (membabi-buta). Dari akal dan jiwa ini, muncul “kepribadian” yaitu ciri watak seseorang inividu yang konsisten dan memberikan identitas (konsisten, konsekuen, dan memiliki identitas).
Unsur-unsur kepribadian terdiri atas pengetahuan, perasaan, dorongan naluri, penggambaran, persepsi, pengamatan, konsepsi, fantasi, aneka kebutuhan, dan aneka warna kepribadian. Persepsi merupakan seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious), melalui penerimaan pancaindera (getaran cahaya dan warna, gataran akustik-suara, bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal berat-ringan, termikal panas-dingin, menjadi proses penggambaran yang lengkap. Proses akal manusia yang tidak sadar (unconscious), di luar konteks ini. Persepsi dan penggambaran yang lebih intensif, dikenal sebagai pengamatan. Perasaan, merupakan keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif (obyektif atau subyektif). Dari perasaan, timbul kehendak, keinginan, dan emosi. Di samping itu, manusia mempunyai dorongan naluri (dorongan mempertahankan hidup, seks, usaha mencari makan, bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia, meniru tingkah laku sesamanya, berbakti, dan dorongan keindahan – bentuk, warna, dan suara atau gerak).
Aneka warna kepribadian (personality) individu meliputi pengetahuan, perasaan, keinginan, emosi, kebiasaan (habit), dan tingkah laku berpola dari individu. Kepribadian umum dapat dilihat dalam hubungan kebiasaan, adat dan kepribadian yang meliputi kebiasaan (habit), kepribadian individu (individual personality), kepribadian umum (modal personality), adat istiadat (customs) dan sistem sosial (social system).
Kontras kepribadian Barat dan kepribadian Timur dapat dilihat antara lain Barat bersifat asas guna dan individu; Timur dengan sifat keramahtamahan (bisa lahiriah atau benar-benar tidak merugikan atau merendahkan orang lain). Kepribadian Timur dengan pandangan hidup yang mementingkan kerokhanian, mistik, pikiran prelogis, keramahtamahan dan kehidupan kolektif; sedagkan kepribadian Barat mementingkan kehidupan material, pikiran logis, spontanitas, hubungan berdasarkan asas guna dan imdividualisme (kontras Timur-Barat, kolektivisme-individualisme).
Manusia berada dalam kehidupan kolektif yang ditandai pembagian kerja yang tetap dan jelas, saling ketergantungan antar individu, kerjasama antar individu, dan ada perbedaan atau diskriminasi antara individu warga kolektif dan individu dari lingkungan luar (bersifat naluri untuk binatang, tetapi tidak untuk manusia yang berorientasi pada pembelajaran).
Kolekif manusia ditandai oleh kolektif besar dalam negara besar-kecil, kesatuan berdasarkan adat istiadat, bahasa atau agama (contoh, Batak Toba, Mandailing, Islam Santri dan Islam Kejawen, Sunda-Jawa, organisasi Subak dan kasta di Bali, desa pandai besi, desa ukiran, desa nelayan, dan desa industri kecil). Tumbuhnya masyarakat (saling bergaul) atau komunitas, yaitu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat-istiadat tertentu bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Masyarakat atau komunitas ini mengandung konsep-konsep golongan sosial, kelompok, perkumpulan, dan interaksi antar individu, adanya pranata atau lembaga, integrasi, dan struktur sosial.
Dalam kehidupannya, manusia mempunyai empat kebutuhan individu. Pertama, kebutuhan organik yang bersifat positif (makan dan minum, istirahat dan tidur, seks, keseimbangan suhu, buang hajat,dan bernafas). Kedua, kebutuhan organik bernilai negatif karena tidak dipenuhi (makan dan minum tidak lezat, istirahat dan tidur terganggu, kegagalan sex, ketidakseimbangan suhu, kesulitan buang hajat, dan sesak bernafas). Ketiga, kebutuhan psikologi yang bersifat positif (pengendoran ketegangan dan santai, kemesraan dan cinta, kepuasan altruistik – tidak bekerjasama, karena berkesempatan berksempatan untk berbuat baik atau berbakti kepada oragn lain, kepada suatu ide atau cita-cita, kepuasan ego, kehormatan,kepuasan dan benaggaan mencapai tujuan). Keempat, dorongan psikologi yang bernilai negatif (ketegangan, kebencian, altrusmme extreem, sehingga tidak dapat dpenhidan menimbukkan ketidakpuasann, egoisme ecytreen sehingga menmbulkan kebencian, penghinaan, malu, dan tidak percaya pada diri sendiri,
II. NILAI-NILAI KEMANUSIAAN
Pembicaraan tentang manusia dan nilai-nilai yang melekat padanya tidak terlepas dari Tuhan, karena Tuhan-lah pencipta segala isi alam ini. Manusia adalah makhluk ciptaan-Nya dalam bentuk sempurna yang mempunyai ciri dan keberadaannya sebagai berikut:
1) Dilihat dari kelengkapan dirinya, manusia memiliki badan, jiwa dan rohani sebagai satu kesatuan. Adanya unsur jiwa (akal dan perasaan) dan rohani serta menyatunya dengan unsur badan telah membedakannya dengan makhluk Tuhan yang lain. Dengan kelengkapan badan, jiwa dan rohani, manusia mampu berkebudayaan dan dengan kelengkapan rohani, manusia mampu memberi nilai spiritual kepada kebudayaan yang diciptakannya, karena dengan unsur rohani itu manusia dapat menjangkau dunia ketuhanan. Jasmani dan rohani sering diartikan sudah termasuk akal dan perasaan. Unsur-unsur ini sifatnya dinamik, memerlukan pengisian dan pengembangan yang tercermin dalam kebutuhan dasar manusia dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal sifatnya. Keseimbangan perkembangan unsur-unsur kelengkapan manusia ini bersatu pada keutuhan kepribadian manusia atau manusia seutuhnya.
2) Dilihat dari eksistensinya, manusia adalah makhluk yang tidak terlepas dan selalu berhubungan dengan tiga substansi, yaitu dengan Tuhan penciptanya, dengan alam dimana ia merupakan bagian dari alam, dan dengan sesama manusia, dimana ia sekaligus sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Ia berhubungan dengan Tuhan karena menurut konsepsi Tuhan, manusia diciptakan untuk menyembah kepada-Nya. Manusia ditugaskan Tuhan sebagai khalifah-Nya, di bumi ini mengelola alam, dan hidup bersama dengan baik sesuai perintah dan petunjuk-Nya. Dalam kehidupannya, manusia harus mengembangkan kemampuan dirinya, mengaktualisasikan dan meningkatkan kualitas kelengkapan dirinya itu (dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia), mengembangkan kualitas kepribadiannya, sehingga benar-benar mampu menjadi manusia beriman dan bertaqwa, beramal ilmiah dan berilmu amaliah. Mengaktualisasikan diri menjadi manusia yang berimtaq, beriptek, berilmu dan beramal, sehat jasmani dan rohaninya.
3) Untuk membangun manusia beriman dan bertaqwa (imtaq), berilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), berilmu dan beramal, diperlukan pendidikan nasional yang menurut UU Nomor 20 Tahun 2002, bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yaang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepadaTuhan Yang MahaEsa, beakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
4) Manusia yang ingin dibentuk, adalah manusia yang sadar akan berbagai kebutuhannya yang menurut Maslow meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa memiliki, dimiliki, kasih sayang dan cinta, penghargaan dan harga diri, ingin tahu dan memahami, nilai keindahan, dan nilai-nilai spiritual. Di samping berbagai kebutuhan dasar yang bersifat universal tersebut, manusia masih memiliki nilai-nilai kebenaran, nilai kebebasan, kebaikan, moral, kebahagiaan, kesenangan, kewajiban, tanggungjawab, dan kejujuran.


III. STRATEGI DAN TRANSFORMASI KEBUDAYAAN

3.1 Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah daya dan budi (akal) berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan (buddhayah dalam kata Sansekerta) adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal merupakan hasil cipta, karsa dan rasa itu (Djojonegoro, Azas-azas Sosiologi, 1958, halaman 24-27). Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan merupakan pencerminan kemampuan, kepribadian, dan identitas manusia. Strategi kebudayaan adalah upaya menciptakan tingkat dan suasana kehidupan masyarakat yang mandri, masyarakat yang berintikan kepribadian bangsa dan mengacu pada sikap hidup sederhana. Strategi kebudayaan harus mampu menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan nilai-nilai ke-Indonesiaan, sehingga tidak bertentangan dan merusak harkat dan martabat manusia Indonesia.
Ada tiga wujud kebudayaan, yaitu: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan (ideas: abstrak, tidak dapat diraba atau difoto); (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (activities: sistem sosial, interaksi, hubungan, dan pergaulan berdasarkan tata kelakuan); dan (3) wujud kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia (artifacts: kebudayaan fisik, sikap, perbuatan, konkrit, dapat diraba, dilihat, dan difoto).
Sistem nilai budaya (pandangan hidup) dalam kebudayaan mengenal lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientsi nilai budaya dan kehidupan manusia, yaitu:
Menurut C. Kluckhohn (Variations in Value Orientation, 1961), hakekat manusia meliputi hakekat hidup manusia (buruk, baik, lebih baik), hakekat karya manusia (sekedar untuk hidup, untuk kedudukan dan kehrmatan, dan untuk menambah karya), hakekat kedudukan manusia dalam ruang waktu (orientasi masa lalu, masa kini, dan masa depan), hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar (manusia tunduk kepada alam yang dahsyat, berusaha menjaga keselarasan, dan berhasrat menguasai alam), dan hakekat hubungan manusia dengan sesamanya (orientasi horisontal tergantung pada sesama atau gotong royong, orientasi vertikal tergantung pada tokoh atasan yang berpangkat dan individualisme yang menilai upaya dan kekuatan sendiri). Kluckhohn dalam tulisannya berjudul Universal Categories of Culture (1953) yang dimuat dalam majalah Anthropology Today (1953, halaman 507-523) mencatat tujuh unsur yang merupakan isi kebudayaan, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem religi, dan kesenian.
Ada 9 nilai dasar yang harus dipenuhi, yaitu petumbuhan ekonomi, pertumbuhan diri, solidaritas bangsa, pemerataan, partisipasi masyarakat, otonomi, keadilan sosial, keamanan, dan keseimbangan lingkungan. Manusia Indonesia berkualitas yang ingin dibangun adalah manusia Pancasila yang merupakan makhluk pribadi, sekaligus makhluk sosial, sehat jasmani dan rohani, dengan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan terpenuhinya kebutuhan (Maslow, 1954): fisiologis, rasa aman, rasa memiliki dan dimiliki serta kasih sayang dan cinta, penghargaan dan harga diri, aktualisasi diri, ingin tahu dan memahami, nilai keindahan, dan nilai spiritual. Di samping kebutuhan yang bersifat universal tersebut, manusia memiliki nilai-nilai kebenaran, kebebasan, kebaikan atau nilai moral, kebahagiaan, kesenangan, kewajiban, tanggungjawab, kejujuran, dan lain-lain.
Kita mengenal kebudayaan internasional (sering disebut kebudayaan Barat), kebudayaan bangsa atau kebudayaan nasional, dan kebudayaan suku bangsa atau kebudayaan daerah. Strategi kebudayaan harus bersifat komprehensif (mencakup kebudayaan dalam arti luas), terarah pada peningkatan kualitas hidup dan menuju masyarakat mandiri yang bermartabat dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, berorientasi ke masa depan (mampu mengatasi masalah dan tantangan hidup masa depan), dan orientasi ke masa lalu (pengembangan nilai-nilai agama dan tradisi serta citra kehidupan masyarakat).
Dinamika masyarakat dan kebudayaan terlihat dalam proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, internalisasi, sosialisasi, akulturasi, asimilasi, evolusi, difusi (persebaran), pembaruan (inovasi dan penemuan baru). Kebudayaan masyarakat dapat dilihat dalam bentuk kebudayaan suku-bangsa dan lingkungan hukum adat, kegiatan (pemburu, petani, peternak, peladang, nelayan, pengrajin, dan pekerja jasa). Daerah kebudayaan dapat dibedakan atas pusat, provinsi, kota-desa, perbedaan dalam suku-bangsa, lokasi pegunungan, hutan, dataran tinggi, dataran rendah, pantai dan wilayah pesisir, kepulauan dan pulau-pulau kecil.
Strategi kebudayaan harus memberi tekanan kepada pengembangan kebudayaan bangsa (kebudayaan nasional dan daerah yang berisi nilai agama dan tradisi, saling mendorong), berorientasi ke masa depan dan memperkayanya dengan menyeleksi dan internalisasi kebudayaan dunia, membangun manusia Indonesia berkualitas, mandiri dan bermartabat (Dr. Darwis A. Soelaiman, MA., Strategi Kebudayaan dan Strategi Pendidikan”).

3.2 Transformasi Budaya Bangsa
Transformasi adalah proses perubahan dalam komposisi, struktur, dan karakter (Webster Dictionary). Umar Kayam dalam tulisannya ”Transformasi Bdaya Kita,” menyorot perkembangan bangsa dan transformasi budaya Indonesia. Perkembangan daperubahan budaya dapat dilihat sejak kerajaan Sriwijaya sebagai pusat keajaan maritim dan agama Buddha pada abad 7, Candi Borobudur yang dibangun pada abad 8 dinasti Syailendra, kerajaan Kediri padaabad 11 dan 12 (Mpu Kanwa, Arjuna Wiwaha),Singasari pada abad 13, Aceh abad 13, Majapahit abad 14 dan 15, serta Surakarta dan Yogyakarta pada tahun 1755 dengan perjanjian Giyanti (De Graaf, 1949).
Transformasi budaya nusantara, merupakan ”sintesa budaya” dan keluwesan para pedagang dan alim ulama (Va Leur, 1955). Kerajaan Demak yang Islam berhadapan dengan budaya Jawa-Hindu. Giri merupakan kekuatan Islam. Peran Sultan Agung dengan sintesa Jawa-Islam. Di daerah pantai Utara, terjadi transformasi dari Jawa-Hindu yang bertahan, Jawa-Islam yang berkembang lambat, dan lingkungan pesantren peisir yang berkembang cepat dipimpin para kyai berkarisma membangun masyarakat kerakyatan, di sepanjang Tuban. Di luar Jawa, Samudera Pasai di Aceh tetap kuat. Goa dan Bone di Sulawesi tetap kuat dan bertahan dengan budaya lokal ”panngaderreng.”. Aceh masa Iskandar Muda mulai mengenal perundang-undangan dijiwai syariat Islam.
Kehadiran Belanda pada abad ke-17, bertemu dengan para pedagang Gujarati, Melayu dan Cina mencari rempah-rempah. Max Weber mengatakan, budaya Barat rasionalitas, gairah berspekulasi, bereksperimen, dan berekspansi sampai jauh, sedangkan budaya Timur hampir kebalikanya. Sejak kehadiran VOC ke Indonesia, beambtenstaat Hindia Belanda yang merupakan transformasi budaya diciptakan dan dipaksanakan Belanda terhadap seluruh kepulauan yang secara keseluruhan menjadi pemerintahan jajahan. Portugis, Inggris, dan Belanda berdagang dengan membawa meriam, bedil, dan organisasi perdagangan yang rumit dan canggih, merebut, menekankan monopoli atas hak perdagangan rempah-rempah dan menguasai jalur perdagangan.
Introduksi ilmu pengetahuan Barat melalui HIS, MULO, AMS, STOVIA dan universitas lain, walaupun lambat dan sedikit-sedikit (”sesendok-sesendok”) ternyata lambat laun menumbuhkan kesadaran, awareness, ingin maju, tidak terbelakang, dan akhirnya peperangan. Transformasi budaya akhirnya sampai pada pertanian, keterampilan, kebersamaan, pendidikan, pemerintahan sampai ke kemerdekaan. Harijono Djojodihardjo (ITB, 2004) menegaskan, (1) hanya bangsa yang santun, cerdas, percaya diri dan unggul mampu menciptakan keadilan dan kemakmuran; (2) waktu, ruang, sumber daya dan lingkungan sangat berharga dan perlu dimanfaatkana secara berkelanjutan; (3) wawasan, ketetapan hati, ketekunan dan kemauan kuat untuk mengubah diri secara kritis dan progresif merupakan modal utama bangsa secara menyeluruh (holistik); (4) wawasan, keberanian, upaya dan kepemimpinan yang kuat merupakan sumber moral dalam memacu inisiatif pembangunan; dan (5) setiap warga negara dalam potensinya dapat berperan membangun saling percaya (trust). Sejalan dengan itu, kita perlu menyadari, memahami, dan tidak mengulangi kekeliruan, mengkaji keberhasilan dan ketidakbershasilan masa lalu, mengkaji keberhasilan bangsa lain, serta memahami ciri dan karakter bangsa (kekuatan dan kelemahan) sebagai dasar bertindak.
Dalam melaksanakan transformasu budaya menuju bangsa dan negara modern, bangsa Indonesia harus menghilangkan rasa kurang percaya diri, kehilangan motivasi,, sikap self critic yang deseleratif dan tidak konstruktif, sikap arogansi dan keangkuhan, pelecehan terhadap sesama bangsa yang dianggap tidak sejalan, kurang kreatif, kealpaan mengembangkan sistem, kesadaran dan pemahaman bahwa segala aset yang ada harus dijaga kelestarian dan kesinambungannya agar tidak terjadi malapetaka nasional dan tidak terlambat melakukan perubahan paradigma.


IV. TAHAP-TAHAP PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

Tahap-tahap perjuangan Bangsa Indonesia dapat dibagi ke dalam empat tahapan (Prof MT Zen, Institut Teknologi Bandung, 1991): Pertama, Tahap Kebangkitan Nasional 1908 dan Sumpah Pemuda 1928 hingga ke Revolusi Fisik 1945. Pergerakan Boedi Oetomo yang dipimpin Dr, Sutomo pada 1908 awalnya bergerak di bidang pendidikan, kemudian berkembang ke gerakan kepemudaan dan politik, mencari identitas, spirit kebangsaan dana nasionalisme, bahkan sampai perjuangan menuju kemerdekaan. Perkumpulan yang diprakarsai oleh pelajar STOVIA (het schoone streven) berarti pengertian, etis, kemampuan memahami watak dan pembawaan, dan Oetomo berarti tinggi atau luhur. Semboyannya adalah ”Santoso Waspodo Nggajoeh Oetomo” yang berarti ”dengan kekuatan dan kecerdasan mencapai keutamaan.” Puncak atau kulminasinya dicetuskan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang merupakan cetusan dan ekspresi spiritual dan nasionalisme: ”Satu Tanah Air (Tanah Air Indonesia), Satu Bangsa (Bangsa Indonesia), dan Satu Bahasa (Bahasa Indonesia).” Menyadari Indonesia sebagai kepulauan yang terdiri atas ratusan suku bangsa dan dialek bahasa, dibutuhkan identitas nasional, ciri kebhinekaan dengan lambang Bhinneka Tunggal Ika, suatu dinamika yang menyatukan keberagaman.
Kedua, Tahap Revolusi Fisik. Tahap penuh romantika, merupakan penentu dan pengesahan identitas bangsa, secara nyata mewujudkan kemerdekaan, mendunia (worldwide recognition), diwarnai gerakan politik dan penangkapan dan pembuangan para pejuang. Pada tahap ini lahir Pancasila dan UUD 1945 serta pengakuan dunia secara luas terhadap kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Ketiga, Tahap Survival dan Tahap Tinggal Landas. Setelah 61 tahun merdeka, 1945-2006, menjadi negara merdeka dan berdaulat, Bangsa Indonesia masih berada pada tahap survival (nation state), menghadapi permasalahan kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran, dalam menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Padahal tantangan makin besar, baik dalam pengembangan ekonomi, industri, perdagangan, jasa, pariwisata, pendidikan, kesehatan, maupun dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di kawasan Asean, Asia, regional lain dan internasional. Sebelum krisis ekonomi pada 1998, Indonesia telah mencanangkan posisinya dengan kemandirian dalam bidang industri, pertanian, dan penguasaan teknologi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah mengubah perekonomian Indonesia menjadi makin sulit bangkit dari berbagai permasalahan. Reformasi pembangunan yang sangat menonjol sejak 1998, setelah delapan tahun berjalan, hasilnya masih kurang menggembirakan. Upaya penciptaan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean govenment), dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) belum sesuai harapan, karena perbuatan tindak pidana korupsi masih cukup besar. Ini ditunjukkan oleh peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2005 berdasarkan survai Transparency International, memperlihatkan posisi Indonesia berada pada kelompok 6 terburuk atau urutan 20 terburuk dari 151 negara di dunia yang disurvai.
Keempat, Tahap Kejayaan. Tahap ini dicirikan oleh kemakmuran, kesejahteraan, dan kejayaan yang dihasilkan dari kemandirian, kemampuan perekonomian dan industri, dan ketidaktergantungan pada pihak luar negeri. Untuk menuju ke sasaran ini, diperlukan pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, kualitas pendidikan dan kesehatan, kedisiplinan, perubahan mind-set, pola pikir, pola sikap dan pola tindak, dari budaya bekerja apa adanya (business as usual), ke arah bekerja produktif, efisien dan efektif, menemukan kembali karakter,watak, dan jati diri yang makin memperkuat jati diri pribadi, keluarga, lingkungan, masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Ada tiga revolusi di dunia. Pertama, revolusi pertanian pada 8000 sebelum Masehi. Kedua, revolusi industri pada 1650-1965; dan ketiga, revolusi sibernetika pada 1955-1965. Dari tiga revolusi ini, Bangsa Indonesia harus siap menghadapi perubahan, transformasi budaya dan kultural secara menyeluruh, dengan mengendalikan ruang dan waktu, energi, informasi, gaya hidup, pola berpikir, bersikap, dan bertindak, melihat bumi, air, samudera, dan udara serta atmosfir sebagai satu kesatuan. Tranformsai kultural secara menyeluruh ini lebih dikenal dengan reformasi, meliputi aspek hukum dan peraturan perundang-undangan, pendidikan, kesehatan, industri, perdagangan, pariwisata, perekonomian, keuangan, transportasi, telekomunikasi, komunikasi dan informasi, pertahanan dan keamanan, dan aparatur negara (organisasi dan kelembagaan, sumber daya manusia, ketatalaksanaan atau manajemen pemeintahan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan pengawasan).
Sosiolog India, Prabhat Ranjan Sarkar membagi mentalitas sosial ke dalam empat kategori, yaitu buruh atau pekerja (laborer), pejuang (warrior), pemburu milik (acquisitor), dan cerdik pandai (intellectual). Lebih dari itu, Imam Buchori Zainuddin (ITB) menyarankan agar empat kategori tadi diarahkan pada desain bangsa yang meritokratis. Meritokrasi menggambarkan konsep bentuk masyarakat yang dikendalikan oleh mereka yang memenangkan kompetisi berkat kemampuannya. Dalam menuju meritokrasi, Mochtar Lubis (1977) menyarankan agar bangsa Indonesia menghilangkan enam sifat buruk, yaitu munafik atau hipokrit yang menumbuhkan ”asal bapak senang” (ABS), enggan dan segan bertanggungjawab atas perbuatannya, bersikap dan berperilaku feodal, percaya takhyul, artistik dan berbakat seni, lemah watak dan karakternya. Harus dibangun meritokrasi tak terbatas (unrestricted), meritokrasi moderat (moderated), dan meritokrasi egalitarian. Yang ditumbuhkan adalah manusia yang percaya diri, memulai dari kemampuan yang dimiliki, tidak diombang-ambingkan oleh nilai-nilai globalisasi yang sengaja dipaksakan dalam rangka kompetisi ekonomi global.


V. PERJALANAN PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

5.1 Kabinet Negara Kesatuan Republik Indonesia
Perjalanan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berada di bawah kepemimpinan 6 (enam) Presiden, yaitu:
1. Pemerintahan Presiden Ir. Soekarno
Periode 1945-1966 (21 tahun), mencapai 25 Kabinet dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia.
2. Pemerintahan Presiden Jenderal Soeharto
Periode 1966-1998 (32 tahun), dikenal sebagai Kabinet Orde Baru, monoloyalitas, 9 Kabinet,
3. Pemerintahan Presiden Prof.Dr.-Ing. Baharuddun Jusuf Habibie
Periode 19 Mei 1998 sampai dengan 1999, dikenal sebaga Kabinet Reformasi Pembangunan.
4. Pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid
Periode 1999 sampai dengan 2001,dikenal sebaga Kabinet Persatuan Nasional.
5. Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri
Periode 2001 sampai dengan 20 Oktober 2004, dikenal sebagai Kabinet Gotog Royong.
6. Pemerintahan Presiden Letnan Jenderal Dr. Susilo Bambang Yudhoyono
Periode 20 Oktober 2004 sampai dengan 2009, dikenal sebagai Kabinet Indonesia Bersatu.
Uraian singkat setiap masa pemerintahan Kabinet dapat dilihat pada Lampiran.

5.2 Reformasi Birokrasi
Penggantian dari Soeharto ke Habibie dikenal sebagai ”reformasi pembangunan”. Dalam birokrasi, setiap usaha mengubah sikap, perilaku dan tindakan ditujukan untuk mengubah government ke governance, mentranfosmraikan entrepreneurial spirit. Ada beberapa syarat keberhasilan mengubah sikap dan perilaku. Pertama, ada kehendak untuk mengubah atau memperbaiki diri. Kedua, jujur dan memiliki integritas tinggi, tidak tercemar oleh kepentingan pribadi. Ketiga, komitmen personal yang tidak mudah luntur. Keempat, mengembangkan budaya kreativitas dan saling membantu memecahkan masalah dalam kerjasama tim yang baik. Kelima, pimpinan harus tanggap terhadap fakta nyata yang tanggap terhadap fakta nyata yang harus ditangguoangi secara arif dan cerdas (Bappenas, Good Public Governance, 2001). Reformasi Birokrasi dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance), meliputi tata kelola pemerintahan yang baik (good public governance) dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Good public governance menegakkan empatbelas prinsip (antara lain wawasan ke depan, kesetaraan, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas, transparansi, responsif), sedangkan good corporate governance menegakkan nilai-nilai fairness, transparency, accpuntability, dan responsibility yang harus tumbuh secara alamiah dalam pengelolaan perusahaan.
Dalam membangun kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat, semua pihak dituntut mentransformasikan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) ke dalam sistem birokrasi. Kewirausahaan terkait dengan wirausaha baru berbasis teknologi, orientasi ekspor, dayasaing, subkontrak, agribisnis/agroindustri, dan unggulan daerah. Entrepreneur adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya dengan cara baru, melalui inovasi atau terobosan, untuk meningkatkan (mengoptimalkan) efektivitas dan produktivitas kerja. Entrepreneur juga dapat dilihat sebagai kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip, serta sikap, kiat, seni dan tindakan nyata yang sangat perlu, cepat, dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada terpenuhinya kepuasan pelanggan. Bangunlah pemerintah yang berwirausaha, meningkatkan sense of entrepreneurship, menggiring dari “how are we going” ke “what are we going to do next?”, budaya kerja birokrat dikembangkan ke customer-driven, menumbuhkan entrepreneur birokrat, mengembangkan ekonomi lokal dan kemitraan, global partnership, knowledge- based economy, knowledge-based society, menumbuhkan transparansi-partisipasi-akuntabilitas, reinventing government dan innovating government, dan terus menerus membangun penginovasi yang berkualitas (qualities of an innovator) dengan elemen/karakteristik challenges status quo, curious, self-motivated, visionary, entertains the fantastic, takes risks, peripatetic, dan playful/humorous. Kita harus membangun pemerintahan berbasis entrepreneur atau birokrat entrepreneur.
Sejalan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, perlu diupayakan penataan dan pembaharuan birokrasi pemerintahan secara menyeluruh, pembaharuan birokrasi atau mewirausahakan birokrasi secara menyeluruh (David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya ”Reinventing Government: How the entrepreneurial spirit is transforming the public sector”), harus kita bangun:
(1) pemerintah yang berorientasi pelanggan (customer-driven government): meeting the needs of the customers, not the bureaucracy; (2) pemerintah berorientasi misi (mission-driven government): transferring rule-driven organization; (3) pemerintah yang tanggap (anticipatory government): prevention rather than cure; (4) pemerintah berorientasi hasil (result-oriented government): finding outcomes, not inputs; (5) pemerintah yang kompetitif (competitive government): injecting competition into service delivery; (6) pemerintah berjiwa wirausaha (entreprising government): earning rather than spending; (7) pemerintah terdesentralisasi (decentralized government): from hierarchy to participation and teamwork; (8) pemerintah milik masyarakat (community-owned government): empowering rather han serving; (9) pemerintah katalis (catalytic government): steering rather than rowing; dan (10) pemerintah berorientasi pasar (market-oriented government): leveraging change through the market. Put it all together.
Unsur-unsur entrepreneurship meliputi keinginan untuk maju (need for achievement), penanggung risiko (risk taker), inovatif (innovative), pekerja keras (hard worker), kemandirin (independence), kepercayaan diri (self coinfidence), orientasi pada uang (money oriented), kemampuan organisasi (organizer), dan optimisme (optimistic). Rektor University Sains Malaysia (USM) Penang, mengutip Ditkoff tentang kalitas inovator dalam bukunya “Out of the Box”.

5.3 Empat Masalah, Tujuh Kelemahan, dan Lima Prasyaat Keberhasilan Pemberantasan Korupsi
Saya mencatat ada Empat Masalah dan Tujuh Kelemahan Pembangunan, dan Lima Prasyarat keberhasilan pemberantasan korupsi yang harus ditangani serius. Empat Masalah: (1) keluhan masyarakat kurang diperhatikan dan banyak tidak ditindaklanjuti; (2) kelemahan data awal yang berbeda-beda; (3) ketidakjelasan tolok ukur; dan (4) belum ada analisis keberhasilan dan ketidakberhasilan pemberantasan korupsi, walaupun sudah dilakukan sejak 1967. Tujuh kelemahan: (1) lemahnya political will dan government will; (2) perbedaan atau ketidaksamaan persepsi; (3) belum menerapkan teknologi informasi secara luas; (4) belum menerapkan single identity number (SIN) sehingga banyak data ganda (lebh dari satu); (5) duplikasi atau tumpang tindih peraturan perundang-undangan; (6) kelemahan CJS (criminal justice system); dan (7) tidak konsisten menangani masalah dan belum ada perubahan mind-set setiap aparatur negara. Lima prasyarat keberhasilan pemberantasan korupsi: (1) deregulasi peraturan perundang-undangan dan ada kehendak yang sungguh-sungguh (Instruksi Presiden Nomor 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi erupakan salah satu kompitem Presiden Yudhoyono); (2) pemanfaatan teknologi informasi (e-Government; e-Prodcurement;e-Office; e-Bidding); (3) Penerapan SIN; (4) pengaturan kembali peraturan perundang-undangan yang saling mendukung; dan (5) penataan CJS (kebijakan yang bersifat represif, preventif, dan detektif).
Untuk menghadapi masalah, kelemahan, dan prasyarat yang saya sebutkan tadi, beberapa hal berikut perlu diperhatikan oleh aparatur negara, pegawai negeri sipil (PNS), dan juga masyarakat, karena memberikan pengaruh signifikan:
a. Perlu Kajian Komprehensif terhadap Permasalahan Aktual: menyadari pentingnya pegawai negeri sipil (PNS) sebagai perekat bangsa, maka perlu dilakukan kajian komprehensif permasalahan aktual PNS, antara lain disiplin, tanggungjawab, kinerja, remunerasi, diklat, dan meritokrasi.
b. Dalam bekerja, harus berorientasi manfaat (outcome) di samping hasil (output): posisi output baru pada tahap menghasilkan sesuatu, belum sampai kepada pemanfaatan, sedangkan outcome adalah pemanfaatan hasil sampai kepada memberi manfaat yang besar kepada publik.
c. Kesamaan Data Dasar: saat ini sering terjadi perbedaan data sektor pembangunan, sebagai contoh, data penduduk miskin. Hendaknya kita berusaha membenahi kelemahan pendataan dan mualai menata kesamaan data sektoral.
d. Perubahan Mind-Set: kita harus yakin, tanpa adanya perubahan mindset, maka tiak akan dicapai peningkatan efisiensi dan efektivitas serta produktivitas kerja. Perubahan mind-set adalah perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak menuju pembentukan karakter dan jati diri terpercaya dan berkualitas serta mempercepat perwujudan tata pemerintahan yang baik.
e. Komitmen Pemerintah (Political Will, Government Will): pembangunan akan berhasil jika didukung komitmen penuh pemerintah, antara lain komitmen anti suap, anti korupsi, anti kolusi, dan anti nepotsme.
f. Penerapan e-Government dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan umum serta memberikan pelayanan serba cepat dan tepat, akurat, berkualitas, dan prima.
g. Penerapan Single Identity Number (SIN) akan mengurangi kecurangan, kebohongan, ketidakjujuran, dan menumbuhkan komitmen kejujuran (pakta integritas), sehingga tercipta tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.
h. Criminal Justice System (CJS) atau penanganan kejahatan kriminal dimaksudkan agar penanggulangan kejahatan diatasi secara proporsional dan bertanggungjawab.
i. Peningkatan Patisipasi Masyarakat dalam pembangunan, mulai proses perencanaan sampai dengan pengawasan dan pengendalian, termasuk memberi masukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Setelah saya amati teliti Program Seratus Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu, di bidang pendayagunaan apoaratur negara saya tetapkan Tiga Program Prioritas Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, yaitu:
1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan Percepatan Pemberantasan Korupsi.
2. Penetapan Kinerja, termasuk remunerasi, sistem merit, manajemen kepegawaian berbasis kinerja, kompetensi, mekanisme, sistem dan prosedur kerja, dan penataan adminustrasi pemerintahan.
3. Penanganan pegawai honorer, pegawai harian lepas, dan pegawai tidak tetap (PTT).
Tiga Program PAN ini dihadapkan pada situasi dan kondisi potret pegawai negeri sipil, daya saing, dan peringkat korupsi Indonesia yang kurang menggembirakan.

5.4 Potret Pegawai Negeri Sipil
a. Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) Tahun 2003 berhasil mencatat Jumlah PNS pada Desember 2003 sebanyak 3.648.005 orang, terdiri atas 2.172.285 orang (59,5%) laki-laki dan 1.475.720 orang (40,5%) perempuan. Pertanyaan yang muncul, apakah jumlah PNS ini kurang, cukup, atau terlalu banyak, dibandingkan dengan 218 juta penduduk Indonesia pada 2003 (1,7%)? Pendidikan PNS, S-1 ke atas (29,8%), D-I s.d. D-IV (25,7%), SLTA (38,2%), dan SLTP dan SD (6,3%). Pertanyaan yang muncul, apakah komposisi ini sudah ideal atau masih terlalu banyak PNS yang berpendidikan SLTA ke bawah.
b. Berdasarkan umur, 5.060 orang (0,1%) berumur 61-65 tahun, 79.965 orang (2,2%) berumur 57-60 tahun, 514.663 orang (14,1%) berumur 51-56 tahun, 644.346 orang (17,1%) berumur 46-50 tahun, 875.670 orang (24,0%) berumur 41-45 tahun, 793.762 orang (21,8%) berumur 36-40 tahun, 458.692 orang (12,6%) berumur 31-35 tahun, 190.765 orang (5,2%) berumur 26-30 tahun, 74.280 orang (2,0%) berumur 21-25 tahun, dan 10.802 orang (0,3%) berumur 18-20 tahun. Data ini menunjukkan ada 599.688 orang akan pensiun dalam periode 2004-2009. Berarti kebutuhan pegawai sampai dengan 2009 adalah 599.688 orang ditambah kebutuhan pegawai pada bidang-bidang tertentu yang strategis dan sangat penting.
c. Berdasarkan kawasan, 26,07% pegawai bekerja di 15 propvnsi Kawasan Timur Indonesia dan 73,93% bekerja di 17 provinsi Kawasan Barat Indonesia (50,9% di 7 provinsi se-Jawa dan Bali dan 22,96% di 10 provinsi se-Sumatera). Diperlukan penataan PNS disesuaikan dengan kebutuhan dan terus berkembangnya pemekaran daerah (saat ini ada 440 kabupaten/kota, 349 kabupaten dan 91 kota, dan telah ada usulan 16 provinsi baru dan 75 kabupaten/kota baru). Berdasarkan penugasan di pusat dan daerah, ada 23% pegawai bekerja di Pusat dan 77% bekerja di Daerah, masing-masing 9% di Pemerintah Daerah (32 propinsi) dan 68% di Pemerintah Daerah (349 Kabupaten dan 91 Kota atau 440 Kabupaten/Kota). Adanya istilah PNS Pusat dan PNS Daerah berpotensi penonjolan kedaerahan dan bisa mengganggu keutuhan NKRI.
d. Perbandingan laki-laki dan perempuan dalam jabatan struktural berdasarkan eselon, 90,5% : 9,5% (eselon I), 93,4% : 6,6% (eselon II), 86,8% : 13,2% (eselon III), 78,3% : 21,7% (eselon IV), dan 77,7% : 22,3% (eselon V). Ternyata perempuan yang menempati eselon I, II, dan III lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan yang menjabat pada eselon IV dan V.
e. Berdasarkan jabatan struktural dan jabatan fungsional, ada 8% pegawai menduduki jabatan struktural, 43% jabatan fungsional guru, 2% jabatan fungsional dosen, 3% jabatan fungsional tenaga medis dan paramedis, 4% jabatan fungsional lainnya, dan masih ada 40% pegawai yang tidak atau belum masuk ke jabatan struktural atau fungsional. Kelompok PNS yang terakhir ini harus didorong agar dapat masuk jabatan struktural atau fungsional, dengan kata lain harus ditingkatkan profesionalisme/ profesionalitasnya. Jabatan fungsional saat ini mencapai 94 dan kita ingin meningkatkan jumlah pejabat fungsional. Masalah yanag muncul, persyaratan jabatan fungsional cukup ketat sehingga minat PNS memasuki karier fungsional masih rendah. Sebagai contoh, jumlah pejabat fungsional Pranata Komputer hanya 773 orang (Desember 203), padahal kita sedang giat-giatnya membangun PNS berbasis e-government. Di Departemen, terbanyak berada di DEPKEU (171), Deperindag (29 orang), Depkes (105), Dephan (50), dan Deptan (40), di LPND, Lapan (51), BPS (36), dan BKN (35), dan Pemdaprov (1-10 orang).
f. PNS yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan pimpinan, 176 orang lulus Diklatpim Tingkat I, 10.471 orang lulus Diklatpim Tingkat II, 28.045 orang lulus Diklatpim Tingkat III, dan 50.014 orang lulus Diklatpim Tingkat IV. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa tidak semua lulusan diklatpim dapat tersalurkan ke dalam jabatan struktural atau fungsional sesuai kompetensinya.
g. Dalam perkembangannya, pada akhir 2004, jumlah PNS di Indonesia mencapai 3,7 juta orang dan mereka dituntut agar membina jiwa korps, mengamalkan kode etik PNS, meningkatkan disiplin, bekerja profesional, netral, dan membangun manajemen kepegawaian berbasis kinerja. Karena ada PNS yang pensiun, kebutuhan mendesak khususnya tenaga guru dan tenaga kesehatan, serta tenaga strategis, maka walaupun dilaksanakan kebijakan “zero growth”, maka setiap tahun masih dilakukan penerimaan pegawai secara selektif(“zero growth plus”).
h. Jumlah PNS 3,7 juta dibandingkan 218 juta penduduk Indonesia, menunjukkan angka 1,7%, di atas Vietnam (1,46%), hampir sama dengan Philipina (1,71%), di bawah Thailand (2,81%), Singapura (3,67%) dan Brunei Darussalam (12,9%).

5.5 Daya Saing Bangsa dan Perkembangan Global
Dayasaing bangsa Indonesia dalam perkembangan Global, masih memprihatinkan:
a. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index, HDI): peringkat Indonesia ke-111 dari 177 negara, di atas Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
b. Daya Saing Global (Global Competitiveness): berdasarkan Growth Competitiveness Index (GCI), peringkat Indonesia ke-72 dari 102 negara, posisi terendah di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam; dan berdasarkan Business Competitive Index (BCI), peringkat Indonesia ke-60, hanya berada di atas Filipina, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam; dan GCI Aspek Teknologi (inovasi, telematika, dan transfer of technology), berada pada peringkat ke-62, turun dari peringkat tahun sebelumnya.
c. The World Competitiveness Yearbook (WCY): peringkat Indonesia turun sejak 2000 dan pada 2004 berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
d. Indikator Daya Saing Berbasis Teknologi (Indicators of Technology-Based Competitiveness): jauh di bawah Singapura, Korea, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, China, dan Thailand.
e. Peringkat e-Government (e-Government Readiness Index 2003): peringkat ke-70 dari 173 negara, di bawah Singapura, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia, Brunei Darussaalam, Thailand, dan hanya di atas Vietnam dan Kamboja.
f. International Comparison of Wages and Labor Productivity: hanya berada di atas Zimbabwe, India, dan China, berada di bawah Kenya, Mesir, Filipina, Malaysia, Turki, Meksiko, Chili, Korea, Taiwan, Singapura, Jepang, Swedia, dan Amerika Serikat.
g. Peringkat Daftar Investasi Global (Foreign Direct Investment, FDI): peringkat ke-139 dari 140 negara, hanya di atas Suriname, di bawah Iran, Kuwait, dan Arab Saudi; Outward FGDI peringkat ke-80, dan Indeks Potensi FDI pada peringkat ke-82.
h. Neraca Perdagangan: daya saing industri manufaktur Indonesia mengalami penurunan dan SDM Iptek belum memberikan sumbangan signifikan dalam pembentukan keunggulan posisi Indonesia dalam daya saing global.

5.6 Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2003, dari rentang nilai 1-10, adalah 1,9, ranking ke-122 dari 133 negara yang disurvai (negara paling bersih adalah Finlandia dengan IPK 9,7), Indonesia hanya lebih baik dari Angola, Azerbaijan, Kamerun, Georgia, Tajikistan, Myanmar, Paraguay, Haiti, Nigeria, dan Bangladesh. Pada 2004, IPK 2,0 kelompok 5 terkorup, atau urutan ke-10 terkorup, ke-137 dari 146 negara (lebih baik dari Tajikistan, Turkmenistan, Azerbaijan, Paraguay, Chad, Myanmar, Nigeria, Bangladesh, dan Haiti). Pda 2005, Indonesia IPK 2,2, menempati kelompok 6 terkorup dan rutan ke-20 dari 151 negara.
a. Berdasarkan data Transparency International, IPK Indonesia dalam 7 (tujuh) tahun terakhir sekitar 1,7 – 2,0 atau pada posisi ke-2 sampai dengan 13 tertinggi peringkat korupsi. Tahun 2002 urutan 96 (dari 102 negara), tahun 2003 urutan 122 (dari 133 negara), dan pada 2004 urutan 137 (dari 146 negara). Indonesia terkorup di Asia Tenggara. Di Asia, Indonesia hanya lebih baik dari Myanmar dan Bangladesh.
b. Pada pertemuan dengan para budayawan dan artis di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, 3 Desember 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan rasa malu beliau pada pertemuan 21 Pemimpin Negara-negara APEC di Chili saat membahas ”fighting corruption and ensuring transparency”, seolah-olah semua pemimpin negara yang hadir, melihat kepada Bapak SBY yang negaranya termasuk lima besar terkorup di dunia pada 2004. SBY menyatakan tekadnya bahwa pada pertemuan sejenis di Korea Oktober nanti, diharapkan IPK Indonesia bertambah baik sehingga tidak lagi dijuluki negara terkorup.
c. Negara-negara terbersih (2005): Group 1 (Iceland 9,7), Group 2 (Finland; New Zealand 9,6); Group 3 (Denmark 9,5); Group 4 (Singapore 9,4); Group 5 (Sweden 9,2); Group 6 (Switzerland 9,1); Group 7 (Norway 8,9); Grup 8 (Australia 8,8); Group 9 (Austria 8,7); Group 10 (Netherlands; United Kongdom 8,6); Group 11 (Luzembourgh 8,5); Group 12 (Canada 8,4); Group 13 (HongKong 8,3); Group 14 (Germany 8,2), Group 15 (USA 7,6); Group 16 (France 7,6); Group 17 (Belgium; Ireland 7,4); Group 18 (Chile; Japan 7,3); Group 19 (Spain 7,0); and Group 20 (Barbados 6,9).
d. Negara-negara terorup di dunia 2005: Group 1 (Bangladesh; Chad 1,7 the worst); Group 2 (Haiti; Myanmar; Turkmenistan 1,8); Group 3 (Cote d’Ivoire; Equatorial Guinea; Nigeria 1,9); Group 4 (Angola 2,0); Group 5 (KongoRepDem; Kenya; Pakistan; Paraguay; SOmalia; Sudan; Tajikitan 2,1); Group 6 (Indonesia; Ethiopia; Kamerun; Azerbaijan 2,2); Group 7 (Burundi; Kambodia; Kongo RepDem; Georgia;Kyrgystan; Papua NewGuinea; Venezuela 2,3);

5.7 Pengertian Sederhana Tentang Reformsi BIrokrasi
Pandangan saya tentang reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan pemberantasan korupsi, sangat sederhana:
1) Reformasi Birokrasi adalah (1) perubahan mind-set, cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak), karakter dan jati diri; (2) perubahan “penguasa” jadi “pelayan”; (3) mendahulukan “peran” dari “wewenang”; (3) tidak hanya berpikir “output”, tetapi “outcome”; (4) perubahan manajemen kinerja; dan (5) pemantauan contoh keberhasilan (best practices); dalam mewujudkan good governance, clean government (pemerintah bersih, transparan, akuntabel, dan profesional); dan bebas KKN. Pelayanan publik, ditandai tiga hal, yaitu ”apa syaratnya, berapa biayanya, dan kapan selesainya pelayanan?”
2) Pemberantasan korupsi, mulailah dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kerja, serta upayakan membangun akhlak mulia/akhlakul karimah (kejujuran/siddiq, keteladanan/tabligh, terpercaya/amanah, profesional dan kreatif/fathonah, dan konsisten/istiqomah). Prioritas program pendayagunaan aparatur negara 2004-2009: (1) percepatan pemberantasan korupsi dan sistem pengawasan nasional, serta peningkatan kualitas pelayanan publik; (2) penetapan kinerja, remunerasi, kepegawaian berbasis kinerja dan kompetensi, penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, pemantapan akuntabilitas; (3) penanganan tenaga honorer, pekerja harian lepas, dan pegawai tidak tetap; dan (4) penyelesaian lima RUU pada 2006/2007 (RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Pelayanan Publik, RUU Kementerian dan Kementerian Negara, RUU Etika Penyelenggara Negara, dan RUU Kepegawaian Negara) dan Lima RUU pada 2008-2009 (RUU Tata Hubungan dan Kewenangan, RUU Badan Usaha Nirlaba, RUU Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda, RUU Sistem Pengawasan Nasional, dan RUU Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).
3) “Bermula dari akhir dan berakhir dari mula”, sebagai penanganan jalan pintas.
4) Best Practices (contoh keberhasilan) Pemda dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance, melaksanakan reformasi birokrasi dan mewujudkan pelayanan publik yang prima. Beberapa best practices yang menonjol, antara lain Pemprov Riau, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan; Pemkab Solok, Tanah Datar, Bengkalis, Sragen, Sleman, Bantul, Karanganyar, Kebumen, Sidoarjo, Jembrana, Tabanan; dan Pemkot Sawahlunto, Pekanbaru, Malang, Balikpapan, dan Tarakan.
5) Pelayanan Publik Prima ditandai persyaratan jelas, biaya pasti, dan pelayanan tepat waktu.
6) Mendorong penandatanganan “pakta integritas” (komitmen kejujuran). Contoh, sudah dilakukan Pemkab
Solok, Kementerian PAN, dan Universitas Juanda Bogor. Jajaran DPR dan Kehakiman akan memulai penandatanganan pakta integritas.
7) Menerapkan good governance, good public governance, dan good corporate governance secara sinergis dan terintegrasi. GPG dengan 10 atau 14 prinsip/karakteristik, sedangkan GCG menggunakan nilai-nilai fairness, transparency, accountability, dan responsibility yang tumbuh secara alamiah pada setiap insan bangsa. Sebagai contoh, Singapura menggunakan motto FART menghasilkan keefektifan (fairness, accountability, responsibiity, dan transparency) dan CARE (courtessy, accessibiity, responsibility, dan efficiency/effectiveness) menjamin informasi, masyarakat, kultur, dan proses kerja yang benar. Australia memilih FLAT, yaitu fairness, law and regulation, accessibiity, dan transparency.


VI. KERJASAMA INDONESIA – BELANDA DI BIDANG KEARSIPAN

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang berada di bawah koordinasi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, di samping Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bertugas dan bertanggungjawab dalam menyelamatkan dan mengelola arsip yang bernilaiguna pertanggungjawaban nasional, perlu menyimpan dan menyajikan asipyang berisi informasi mengenai bagaimana bangsa dan Negara Kesatuan Repbik Indonesia dibentuk, diisi dan dipertahankan. Informasi obyektif mengenai perjalanan sejarah bangsa dan sejarah kemanusiaan sangat perlu disosialisasikan untuk dimengerti dan dipahami oleh semua pihak agar pemerintahan dan sistem-sistem yang terkait yang berkembang, akan tetap berada pada jalur yang benar dan netral. Arsip sebagai informasi terekam merupakan bukti otentik dan reliabel dapat menjadi sumber informasi yang andal.
Sebagai contoh, pameran arsip di Jakarta tanggal 26 Juli sampai dengan 5 Agustus 2004, memeragakan perjalanan perjuangan bangsa Indonesia sejak 1908 masa Boedi Oetomo sampai dengan saat ini.yang sedang berjuang menciptakan tata pemerintahan yang baik dengan melaksanakan reformasi birokrasi, menegakkan prinsip-prinsip good governance, serta mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi. Pameran berikutnya, ........ Agustus 2006 yang menginformaisan kejadian bencana gempa dan tsunami Nanggroe Aceh Darussalam, bekerjasama dengan Badan Arsip Sigapura dan beberapa lembaga arsip internasional, merupoakan contoh nyata pentingnya kearsipan bagi pembangunan.
Beberapa data kearsipan Negeri Belanda yang dipamerkan, antara lain (1) Adviseur voor Inlandsche Zaken (surat bahasa Belanda: Penasehat Urusan Dalam Negeri kepada Gubernur Jenderal, 26 Mei 1928 mengenai ijin Kongres Budi Oetomo ke-19, 6-9 April 1928 di Surabaya); (2) Surat rahasia bahasa Belanda: Direktur Departemen Dalam Negeri, 13 Juni 1938 berisi kronologis surat keputusan penempatan Ir. Soekarno di Bengkulu; (3) Nationaal Archief Den Haag, No. 094-1372: Soekarno bersalaman dengan Yamamoto Moichiri ketika membicarakan dekolonisasi Indonesia, September 1944; (4) Nationaal Archief Den Haag, No.8282: Soekarno berbicara di depan wartawan dan massa, setelah pengumuman terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945; dan (5) Nationaal Archief Den Haag, No. 082-0266: Mohammad Hatta sedang berbicara dengan Menteri Urusan Seberang Lautan Belanda, EMJA Sassen, di Yogyakarta, 6 Desember 1948
Kerjasama Indonesia-Belanda di bidang kearsipan telah berjalan lama, sejak kerjasama kebudayaan yang ditandatangani 7 Juli 1968 dan diperbaharui dengan Naskah Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) tanggal 17 Mei 2004, difokuskan pada penanganan dokumen dan arsip historis serta manajemen kearsipan yang ditandatangani oleh Oman Sachroni, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan M.W. van Boven, Arsiparis dari National Archives of The Netherlands (NAN). Rincian kerjasama Indonesia-Belanda di bidang kearsipan dimaksud, dapat dilihat pada lampiran [2].










VII. DARI KETAHANAN PRIBADI KE KETAHANAN NASIONAL

Ada tujuh jenis ketahanan pribadi dalam membangun bangsa (Soemarno Soedarsono, 2001). Pertama, ketahanan pribadi. Ciri-ciri ketahanan pribadi, meliputi: (a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) memiliki percaya diri dan memegang teguh prinsip; (c) mandiri, independen (bebas dari keinginan menggantungkan diri) tetapi sekaligus mendambakan kebersamaan, interdependen; (d) berjiwa dinamis, kreatif, dan pantang menyerah (ulet dan tangguh); dan (e) memiliki visi pribadi yang mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Dalam bahasa Jawa, manusia tidak boleh adigang (seperti gajah, menyombngkan kekuatan, kebesaran, dan keperkasaan), adigung (kijang suka memamerkan wajah, keindahan tubuh, dan kelincahan gerak), adiguno (ular, gigitan beracun, berbisa, dan licin geraknya). Burung walet patut ditiru, bersosialisasi dengan lingkungan secara fisik, tanpa kehilangan jati diri dan kembali pada keasliannya (sarangnya) pada waktu dan tempat yang tepat. Juga seperti ilmu padi, makin merunduk, makin berisi. Ketahanan pribadi adalah kondisi dinamis dan penampilan seseorang yang menyaratkan keuletan, ketangguhan, dan kemampuan dalam mengembangkan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar, langsung atau tidak langsung dapat membahayakan integitas, identitas, kelangsungan hidup, dan perjuangan mengejar tujuan dan cita-cita serta visi yang ia (pribadi) miliki.
Kedua, ketahanan keluarga. Kondisi dinamis yang ditampilkan oleh sekelompok orang dengan pertalian darah karena perkawinan yang menyaratkan keuletan, ketangguhan, dan kemampuan dalam mengembangkan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar, langsung atau tidak langsung dapat membahayakan integitas, identitas, kelangsungan hidup, dan perjuangan mengejar tujuan dan cita-cita serta visi yang mereka (keluarga) miliki. Ketiga, ketahanan lingkungan. Ketahanan domisili, tempat tinggal, organisasi di tempat bekerja dan bekarya dan ketahanan usaha di tempat berusaha dan bekerja, merupakan kondisi dinamis atau ketahanan di daerah/wilayah (tempat tinggal, berorganisasi, bekerja, dan berusaha), ditampilkan oleh sekelompok orang di lingkungan tersebut yang mencerminkan keuletan, ketangguhan, dan kemampuan dalam mengembangkan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar (tempat tinggal, organisasi, kerja, dan usaha), langsung atau tidak langsung dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup, keamanan, produktivitas, dan kesejahteraan lingkungan (tempat tinggal, organisasi, kerja, dan usaha). perjuangan mengejar tujuan dan cita-cita serta visi yang mereka (keluarga) miliki.
Keempat, ketahanan nasional. Kondisi dinamis suatu bangsa yang menyaratkan keuletan, ketangguhan, dan kemampan dalam mengembangkan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar, langsung atau tidak langsung dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup, dan perjuangan mengejar tujuan bangsa dan negara. Kelima, keuletan dan ketangguhan. Ketahanan pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional, membutuhkan keuletan dan ketangguhan. Keuletan adalah potensi atau daya kemampuan dalam menerima tekanan dari luar, pada saat yang tepat berkemampuan memberikan tumpuan titik balik. Ketangguhan adalah potensi atau daya kemampuan yang terpancar keluar, berupa daya tangkal (deterrent) yang kemudian berkembang menjadi daya pamungkas untuk menepis setiap ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang mengusik semua upaya untuk maju.
Keenam, jati diri. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, dirasakan sangat penting keteladanan, karakter, watak, jati diri, komitmen, konsistensi, menghilangkan brutalisme, anarkisme, vandalisme, dan perbuatan merusak yang tidak terpuji lainnya.
”Jangan tanyakan pada negaramu apa yang negara dapat berikan padamu, tetapi tanyakan pada dirimu sendiri apa yang engkau dapat lakukan atau bisa berikan pada bangsa dan negaramu” (Presiden John F. Kennedy, USA). Setelah perjuangan panjang bersaing menjadi Presiden Amerika Serikat dan ternyata Bush menang, calon yang kalah Al Gore mengatakan: ”Saya mengucapkan selamat atas terpilihnya anda sebagai Presiden Amerika Serikat betapa pun saya tidak setuju dengan keputusan itu, tetapi dengan adanya keputusan itu saya sebagai pribadi, sebagai warga negara dan sebagai partai, siap membantu anda demi kepentingan merika Serikat.”
”Kepemimpinan Soekaro-Hatta pada saat kemerdekaan RI 17 Agystus 1945 patut ditiru, karena meyatukan pandangan berbeda tentang masalah kepribadian dalam dan luar negeri, sistem, kompetensi, menangkal fasisme, membenci negara tertentu, bersatu dalam dwi-tunggal, mengedepankan kepentingan bersama, menyatukan karakter, kompetensi, dan keteladanan .”
Ketujuh, menemukan dan membangun jati diri. Dalam kita memulai membahas “sejarah kemanusiaan” ini, lupakan apa yang terjadi sebelumnya di antara kita, gunakan prinsip “kosongkan gelas, ikhlas menampung bahan diskusi, dan lepaskan beban keseharian” (ice-breaker).
Soemarno Soedarsono, dosen Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menyarankan agar kita “menemukan dan membangun kembali jati diri yang hilang selama ini,” dengan 3S, yaitu santai (senyum, saling kenal), serius (sapa, saling percaya), dan selesai (sentil, saling menunjang). Harus dibangun kelompok kerja yang efektif dan selalu berusaha menumbuhkan musyawarah dan mufakat. Pertama, kita harus berusaha menjadi manusia dengan pribadi unggul, efektif, panutan, dan keteladanan, selalu mengenal diri sendiri dan jati diri. Kedua, harus ada keinginan setiap orang untuk berubah, menemukan jati diri, mengetahui siapa dan dimana berada (character building). Ketiga, menemukan jati diri dengan membangun dan meningkatkan kepercayaan diri, meninggalkan kepalsuan, mau melangkah menjadi panutan dan teladan. Keempat, mengetahui menuju kemana berangkat dan bagaimana cara mencapai tujuan. Kelima, membangun jati diri melalui kerjasama, memahami dan menyadari bahwa hidup adalah saling ketergantungan. Keenam, membangun komitmen, memiliki ketahanan pribadi yang unggul dan menjadi teladan. Kelemahan kepribadian manusia adalah tidak tulus ikhlas (tidak sincere) dan berbuat semu (pretender). Personalitas (penampilan, kepribadian, dan keterampilan) harus dibangun menjadi karakter yang berintegritas, rendah hati, setia, peduli, menjadi panutan dan teladan. Bangunlah daya tahan atau ketahanan pribadi dan hasrat untuk berubah (the willingness to change). Pembangunan jati diri adalah proses yang tidak pernah berhenti. Character building is a never ending process. Tegakkan iman dan taqwa, padukan kompetensi dan karakter ilmu (pikir, IQ) dan iman (dzikir,EQ), seimbangkan pribadi, keluarga, lingkungan, dan profesi. Tegakkan lima sikap dasar, yaitu jujur, terbuka, bertanggungjawab dan berani menangung risiko (reaktif positif, proaktif), berkomitmen berdasarkan hati nurani, dan berbagi peran (sharing). Setiap manusia harus memahami kelebihan dan kelemahannya, menerima diri apa adanya, dan memiliki kesadaran yang besar untuk memperbaiki dirinya. Harus tampil dengan keyakinan diri, berani menyatakan keberadaannya, berkata benar untuk kebenaran dan salah untuk kekeliruan, berani mengatakan yang tidak populer demi kebenaran, tegas, berani dan mampu memutuskan walaupun dalam ketidakpastian dan tertekan.Kontrol dan kendalikan diri sendiri, hindari berbuat sekedar untuk menyenangkan orang lain. Samuel Smilse mengatakan ”hukum panen”, yaitu ”tanamlah pemikiran, kau akan menuai tindakan; tanamlah tindakan, kau akan menuai kebiasaan; tanamlah kebiasaan, kau akan menuai watak; dan tanamlah watak, kau akan menuai nasib.” Hidup adalah salng ketergantungan (real live is interdependency). Nilai-nilai kemanusiaan yang perlu dibangun dan ditumbuhkembangkan, antara lain arif bijaksana, hati yang bersih (pandangan, pendengaran, dan perasaan), terbuka, bersedia menolong, mau mendengarkan perkataan dan saran orang lain, menjadikan orang lain sebagai sumber masukan dan bahan pertimbangan, memanfaatkan komunikasi yang efektif, punya tekad, semangat, dan berjiwa besar, memupuk rasa saling percaya, berbagi peran, dan berusaha menjadi contoh, panutan, dan teladan. Tegakkan komitmen, satu kata dan perbuatan. Dan wujudkan kepemimpinan yang kuat, ditandai oleh ”kepemimpinan pribadi” (Kelly Poulus: compelling desire, solid belief, effective action, and iron memotivasi internal dan keberanian moral); kepemimpinan dalam manajemen (Fortune Magazine: the manager administers, maintains, relies on systems, counts in controls, and does things right; the leader innovates, develops, relies on people, counts on trust, and does the right things.” Saran Soemarno Sosrodarsono, 4F Attitude (friendly, frankness, firm, dan fair). Dengan 5 Sikap Dasar (jujur, terbuka, berani mengambil risiko, komitmen, dan berbagi peran), dan 3 Syarat (niat dan doa mengawali pekerjaan, mohon perkenan Tuhan, dan bersyukur), lakukan 3 Cara (shalat dan doa, hasrat untuk berubah, serta menjadi panutan dan teladan). Jati diri pribadi harus difokuskan pada iman dan taqwa, percaya diri, mandiri, kebersamaan, kreatif dan inovatif, lincah pantang menyerah, ulet dan tangguh, dan berusaha mewujudkan visi dan misi.“Jika Kekayaan hilang, tak ada yang hilang. Jika Kesehatan hilang, sesuatu hilang. Jika Watak hilang, maka segalanya akan hilang.” “When wealth is lost, nothing is lost. When Health is lost, Something is lost. When Character is list, Everyhig is lost.” Ingatlah, “Know what you want and design your destiny,” dan tanamkan “Hasrat Untuk Berubah,” dan Bangkitlah sebelum terlambat.


VIII. REWRITE INDONESIA DAN REWRITE THE REPUBLIC

Kata-kata kunci Pembukaan UUD 1945 merupakan acuan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, seluruh warga negara Indonesia, yatu kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, berkehidupan kebangsaan yang bebas, memajukan kesejahteraan umm, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kita harus mempertegas komitmen bangsa. Semua bangsa menulis sejarahnya, namun banyak sejarah yang ditulis tidak sebagaimana fakta sesungguhnya, dibuat berdasarkan ilustrasi dan selera penguasa. Isinya berupa sanjungan, pujian, dan pembenaran penguasa atau rezim dan akhirnya, kenyataan yang sesungguhnya menjadi kabur. Karena itu, perlu “Menulis Kembali Republik”, “Rewrite Indonesia”, dan “Rewrite The Republic.” Penulisan sejarah, harus menuju ke arah mendorong kehidupan bangsa yang menyadari kesalahan masa lalu dan ada niat kuat untuk memperbaiki.
Manusia pada hakekatnya menghendaki perdamaian. Kita harus mendewasakan rakyat untuk membiasakan adanya pendapat yang berbeda, untuk kemudian bermusyawarah dan bermufakat, membebaskan aturan yang membelenggu, membangun transparansi dan akuntabilitas, memberdayakan masyarakat, melakukan internalisasi, sosialisai, dan advokasi. Tirulah Nelson Mandela dan penulisan sejarah Afrika Selatan yang tidak ditulis dengan kebencian dan kemarahan. Bangsa Indonesia harus kembali ke cita-cita kemerdekaan, konsisten terhadap visi, misi, kebijakan, dan rencana tindak, menyamakan persepsi, dan menanamkan serta membangkitkan kembali semangat nasionalisme (spirit of nationalism). Korupsi bukan bdaya Indonesia, korupsi adalah penyakit klasik, tetapi selalu aktual. Tim arkeologi Belanda menemukan 150 prasasti penerima suap di Syria pada abad ke-13 Sebelum Masehi (Jeremy Pope, 2003). Korupsi terjadi karena ada niat dan terbuka kesempatan. Ruang untuk dua hal ini harus ditutup dan dihilangkan. Sejalan denan itu, harus ditegakkan transparansi dan akuntabilitas. Semua pihak harus memeramgi korupsi dan daerah rawan korupsi harus diprioritaskan penanganannya. Gunakan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik sekaligus mengurangi korupsi.
Disiplin masih wacana, mulailah menegakkan disiplin dari diri sendiri sebagai perwujudan iman dan taqwa yang kuat. ”Ponokawan” (pono adalah ”tahu” dan kawan adalah ”sahabat”) dalam pewayangan Indonesia, mencerminkan kejujuran dan kearifan lokal, ”sahabat yang tahu” dan berani mengatakan ”benr itu benar dan yang salah tetap salah.” Disiplin harus merupakan kepatuhan diri pribadi, masyarakat, dunia usaha, dan aparatur negara. Sumpah jabatan dan penandatanganan Pakta Integritas jangan sekedar jargon, kinerja harus ditegakkan, berantas korupsi tidak cukup dengan resep. Keluarga, masyarakat, dan pemerintah harus bertanggungjawab atas berkembangnya korupsi, political will pemerintah dalam pemberantasan korupsi harus mendapatkan dukungan publik sepenuhnya.
Bangunlah kepemimpinan yang kuat dan ciptakan aparatur negara yang arif. Kendalikan diri,kelola dan dewasakan marah (ubah menjadi kekuatn positif), tumbuhkan jiwa pemaaf dan sabar, aturlah bureaucracy bukan bureaucrazy, wujudkan kerjasama berbagai pihak, tumbuhkan menal “batur” (pelayanan profesional terhadap majikan), ubahlah mind-set dan dahulukan peran bukan wewenang, terapkan teknologi informasi, bangunlah jiwa wirausaha seluruh warga bangsa, ciptakan pelayanan publik yang prima, terapkan prinsip “bermula dari akhir dan berakhir di mula” (management by objective), tegakkan birokrasi yang mendorong investasi, jangan jadikan dunia ini sebagai panggung sandiwara, tingkakan kemampuan mendengar, dan bangunlaah pemerintahan yang menyejahteraan rakyat.
Menurut Al-Khalil Ibn Ahmad al-Farahidi, ada empat jenis manusia. Pertama, manusia yang tahu, tetapi tidak tahu bahwa dia tahu: itulah orang yang lalai; oleh karena itu, berilah mereka peringatan. Kedua, manusia yang tidak tahu dan tidak tahu bahwa dia tidak tahu: itulah orang yang tolol; oleh karena itu tinggalkan mereka. Ketiga, manusia yang tidak tahu dan tahu bahwa dia tidak tahu: itulah orang yang bodoh; sebab itu ajarilah mereka. Keempat, manusia yang tahu dan tahu bahwa dia tahu: itulah orang yang berilmu; sebab itu ikutlah dengan mereka.
Berpikir Luar Biasa. Memberantas korupsi, perlu berpikir luas biasa, kata Satjipto Rahardjo. Berpikir biasa, berdasarkan konvensi, konsep, asas, dan doktrin dan berpikir IQ (intelleqtual quotient) linier, mekanistis, masinal, rasional, logis, dan ketat, berdasarkan aturan (rule-bound). Mulailah berpikir luar biasa, putuskan mata rantai yang biasa, SQ (spiritual quotient), mengandalkan cara melompat, kreatif, mematahkan aturan lama (rule-breaking) dengan membuat aturan baru (rule-making). Kita harus berani melakukan ”pembelotan” positif, bebas dari konvensi lama, masuk aturan baru. Ilmu tradisional cenderung mengarah pada stabilitas, ketertiban, uniformitas, dan keseimbangan (equilibrium), sedangkan ilmu sekarang menekankan pada perubahan akseleratif dengan ciri ketidaktertiban (disorder), ketidakstabilan, keaneragaman (diversity), ketidakseimbangan (disequilibrium), dan hubungan tidak lurus (non-linier). Jangan lakukan revolusi, tapi kerjakan ”evolusi yang dipercepat”. Jangan ragu-ragu, silakan menempuh jalur berpikir luar biasa dalam mempercepat pemberantasan korupsi!
Bangsa Korea, Jepang, China, dan India, memiliki etos kerja dan proses pengembangan diri yang luar biasa. Jepang sejak Restorasi Meiji abad ke-19, ulet dan tangguh. Tiada tara untuk meraih kemajuan. Semangat bushido dan kekecewaan akibat Perang Dunia II menjadi trigger bagi Jepang untuk invasi dalam perekonomian dunia. India, mempunyai banyak tenaga profesional berskala dunia, super cerdas, bermartabat, hardworker, adaptif, menjadi ekspor utama devisa negara. Tenaga ahli India banyak yang menjadi CEO dan eksekutif puncak lembaga donor/internasional dan multinasional. Di dalam negeri, 100 juta kelas menengah menjadi daya dorong dahsyat India. Thailand dan Malaysia, memiliki karakter dan jati diri, daya saing dan siap berkompetisi. Korea, lari cepat sejak krisis tahun 1998. Saat ini dalam infrastruktur e-government readiness, Korea menempati urutan ke-5 di dunia dari 191 negara, ekonomi di urutan 10, dan penguasaan teknologi di urutan 9.
Indonesia? Adakah upaya/usaha, maukah belajar, mengejar ketinggalan, modus pengembangan diri, budaya kerja, etos kerja, keramahtamahan?, kerendahdirian?, fleksibilitas kultural, kapasitas sinkretik, variasi adat dan kultur, hiper pragmatisme, materialisme/spiritualisme, adakah keinginan maju bangsa ini, atau apa yang diinginkan? Bangsa Indonesia harus bangkit dari keterpurukan. Lakukan Rewrite Indonesia, Rewrite The Republic, Rewrite The Nation!, jika ingin maju. Frustrasi menjadi umum. Ide baru bermunculan, tapi oportunistis, plagiatis, dan medioker, tak ada yang menjadi obat pemecah masalah. Bahkan masalah satu belum terselesaikan, muncul masalah baru sehingga masalah sebelumnya tenggelam. Korupsi di Indonesia? Serius, merupakan kejahatan besar, korupsi merupakan penyebab kelemahan, kejahatan, dark-side, peradaban negatif, ancaman kerusakan bangsa, atau ”kekuatan utama” bangsa? Kita jangan bangga jika disebut ”pintar”/”cerdas” membengkokkan aturan, menipu, dan memanipulasi jabatan dan selalu berpura-pura.




IX. MEMBANGUN BANGSA INDONESIA YANG CREDIBLE, TRANSPARAN,
AKUNTABEL, DAN PROFESIONAL

Untuk mengangkat bangsa Indonesia dari keterpurukan, krisis ekonomi dan multidimensi, perlu dilakukan reformasi birokrasi di bidang-bidang kelembagaan, ketatalskaanan, sumber daya manusia, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan publik, dan perubahan mind-set, termasuk reformasi keuangan, perpajakan, bea-cukai, imigrasi, dan investasi. Tumbuhkembangkan Budaya Kerja Aparatur Negara yang meliputi elemen komitmen dan konsistensi, wewenang dan tanggungjawab, keikhlasan dan kejujuran, integritas dan profesionalisme, kreativitas dan kepekaan, kepemimpinan dan keteladanan, kebersamaan dan dinamika kelompok, ketepatan, keakurasian dan kecepatan, rasionalitas dan kecerdasan emosi, keteguhan dan ketegasan, disiplin dan keteraturan bekerja, keberanian dan kearifan, dedikasi dan loyalitas, semangat dan motivasi, ketekunan dan kesabaran, keadilan dan keterbukaan, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tegakkan etika kehidupan berbangsa yang mengedepankan kejujuran, kepedulian, keteladanan, tranaparansi,akuntabilitas, dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, yang meliputi etika sosial dan bdaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, da etika lingkungan. Tegakkan jiwa korps aparatur negara (kebangsaan dan nasionalisme, persatuan, kesatuan, dedikasi, dan rasa memiliki) dan kode etik PNS, yaitu etika bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, terhadap diri sendiri, dan sesama PNS. Laksanakan Tujuh Asas Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, yaitu kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Dari etika kehiduan berbangsa, harus dibangun etika pemerintahan atau penyelenggara negara,yang meliputi profesionalsme/profesionalitas, taat dan patuh terhadap hukum, kemanusiaan yang adil dan beradab, responsif, akuntabel, konsistensi, trnsparansi, persatuan dan kesatuan, kesetaraan, persamaan, kewajaran, dan keteladanan, menghormati, menaati dan melaksanakan (kebijakan, tatatertib, tugas dan fungsi, peran, kewenangan, peraturan perundang-undangan, ketentuan), memberikan informasi yang benar, jujur, tidak diskriminaif, menjaga kerahasiaan, melaporkan hartaa kekayaan secara jujur dan benar, menjaga dan mengutamakankepentingan umum, dan melaporkan penerimaan cinderamata (gratifikasi) selama memangku jabatan. PNS dilarang berbohong, manipulatif, bicara tidak benar, membingungkan dan meresahkan masyarakat, mempengaruhi proses peradilan, menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, sanak fmili, rangkap jabatan, menyalahgunakan fasilitas jabatan, memihak, menerima imbalan atau hadiah berkaitan dengan pelayanan dan menyalahgunakan dokumen negara. Semua aparatur pemerintah, aparatur negara, masyarakat dan bangsa Indonesia harus berusaha menegakkan akhlak mulia.
Tegakkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu wawasan ke depan (visionary), keterbukaan dan transparansi (opennes and transparency), partisipasi masyarakat (participation), tanggung gugat (accountability), supremasi hukum (rule of law), demokrasi (democracy), profesionalisme dan kompetensi (professionalism and competency), daya tanggap (responsiveness), keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness), desentralisasi (decentralization), kemitraan dengan dunia usaha/swasta dan masyarakat (private and civil society partnership), komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality), komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environment protection), dan komitmen pada pasar yang fair (commitment to fair market).
Terapkan atau hindari elemen-elemen yang berpengaruh terhadap perbuatan tindak pidana korupsi sesuai keperluan, antara lain monopoli (kekuasaan, ketidakadilan, kecurangan),diskresi (keberanian memutuskan, terobosan), akuntabilitas (bertanggungjawab dan tanggunggugat), transparansi (terbuka, jujur, adil, tidak merahasakan), power/kekuasaan (penyalahgunaan, kecurangan), niat (keinginan, hasrat, arah), kesempatan (peluang, celah, pemanfaatan), dan Teori GONE: Greeds (keserakahan: negatif, rakus, ingin memiliki sendiri), Opportunities (kesempatan: peluang, celah, pemanfaatan), Needs (kebutuhan: keinginan, pemenuhan, kecukupan),dan Expossures (pengungkapan: tidak sabar, ingin menguasai/memiliki).
Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) dan Deklarasi Hasta Dharma Korpri pada Musyawarah Nasional VI/2004, harus dipraktikkan dan disosialisasikan. Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia, terdiri atas (1) Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; (2) Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara, serta memegang teguh rahasia negara; (3) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan; (4) Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan Korps Pegawai Republik Indonesia; dan (5) Menegakkan kejujuran, keadilan dan disiplin serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme. Deklarasi Hasta Dharma Korpsi Munas VI/2004: (1) Loyal kepada bangsa dan negara serta bersikap netral dalam melaksanakan tugas; (2) Memberikan pelayanan prima kepda masyarakat; (3) Menyukseskan program pemerintah sesuai bidang dan tugasnya; (4) Melanjutkan proses reformasi secara proporsional dan bertanggungjawab; (5) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas guna mewujudkan kinerja yang optimal; (6) Meningkatkan soliditas korps sebagai perekat persatuan dan kesatuan demi keutuhan Negara Kesatuan Repubik Indonesia; (7) Meningkatkan kualitas sumber daya Korpri; dan (8) Meningkatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan anggota Korpri dan keluarganya.
RPJMN 2004-2009: Visi pembangunan Indonesia 2004-209 adalah (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang Aman, Bersatu, Rukun da Damai; (2) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yangmenjunjun tinggi hkum kesetaraan, dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja da penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Misi-nya, mewjudkan Inonesia yang (1) Aman da Damai; (2) Adil dan Demokratis; dan (3) Sejahtera. RKP 2006, mempunyai tema pembangunan “Menyelesaikan reformasi menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat” dan memperhatikan empat pengarusutamaan, yaitu pengarusutamaan (1) partisipasi masyarakatl (2) pembangunan berkelanjutan; (3) gender; dan (4) tata pemerintahana yang baik (good governance). Enam prioritas pembangunan, terdiri atas (1) penngglangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan; (2) peningkatan kesempatan kerja investasi,dan ekspor; (3) revitalisasi pertanian dan perdesaan; (4) peningkatan aksesibilitas dan kalitas pendidikan dan kesehatan; (5) penegakan huk, eberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; (6) penguatan kemampuan pertahana, pemantapan keamanan dan ketertiban serta peyelesaian konflik; dan (7) Rehabiitasi dan Rekonstruksi Nangre Aceh Darussalam (NAD) dan Nias (Sumatera Utara). RKP 2007, dengan tema pembangunan “Meningkatan kesempatan kerja dan menanggulangi kemiskinan dalam rangka meningkatkan kesejahteraa rakyat.” Ada sembilan prioritas pembangunan, dimana butir (1), (2), (4), (5), dan (6) sama dengan RKP 2006, dan butir (3) revitalisasi pertanian dalam arti luas (perikanan, peternakan, kehutanan) dan pembangunan perdesaan; (7) mitigasi dan penanggulangan bencana; (8) percepatan pembangunan infrastruktur; dan (9) pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir.
Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (RPJPN 2005-2025 adalah “Indonesia yang Maju dan Mandiri, Adil dan Demokratis, serta Aman dan Bersatu dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).” Misi-nya (1) Mewujudkan Indonesia yang Maju dan Mandiri: mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas-luasnya didukung sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang memadai dan maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, didukung politik luar negeri yang bebas dan aktif; (2) Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis: mendorong pembangunan yang menjamin penegakan hukum yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat luas, dan meneruskan konsolidasi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan (3) Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Bersatu: mendorong pembangunan yang mampu mewujudkan rasa aman, damai, dan bersatu mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta melindungi segenap bangsa dari setiap ancaman.
Kita harus yakin dan bangga akan potensi bangsa Indonesia di segala bidang, kerja lebih pandai dan keras, dalam menghadapi globalisasi. Bangsa Indonesia dan semua komponennya harus merasa bangga dan yakin akan kemampuan bangsa Indonesia, antara lain di bidag ekonomi, industri, dan perdagangan dalam menghadapi persaingan global. Salah satu perusahaan jamu tradisional dan perlatan kecantikan wanita Indonesia, Martha Tilaar Group (MTG) yang didirikan oleh Ibu DR.HC Martha Tilaar beserta jajaran manajemen Martha Tilaar Group sebagai salah satu anak bangsa Indonesia bangga akan tanah air dan segala potensi di Indonesia. Motto bisnisnya adalah Sumber Daya Manusia MarthaTilaar Group dikembangkan dengan motto “DJITU”, yaitu Disiplin, Jujur, Inovatif, Tekun, dan Ulet. Visi MTG: menjadi perusahaan kosmetik terkemuka di dunia yang bernuansa ketimuran dan alami, melalui pemanfaatan teknologi modern dan menempatkan penelitian dan pengembangan sebagai sarana peningkatan nilai tambah bagi pelanggan. Misi MTG: mengoperasikan perusahaan berkelas dunia dalam bidang kosmetik dan penunjangnya, berlandaskan pada inovasi, yang menjadi arena penciptaan lapangan pekerjaan serta pemberdayaan SDM dengan memanfaatkan konsep bisnis dan manajemen mutakhir yang sesuai dengan Kondisi Asia.
Kecintaan pada Indonesia dan Keempatan Keja Baru. Pertana, nasionalisme di tengah globalisasi terkadang menjadi sekadar jargon. Ada persepsi salah bahwa membicarakan nasionalisme di dunia bisnis adalah perwujudan pandangan yang sempit. Kedua, kecintaan pada Indonesia harus ada pada pelaku bisnis, yang punya makna optimalisasi penggunaan sumberdaya yang ada di Indonesia, seperti tenaga kerja, bahan baku, lahan dan sumber daya lain yang berasal dari Indonesia. Kalau ada di dalam negeri, ”ngapain repot-repot” mendatangkan darir negeri. Ketiga, lebih baik kita pakai Rupiah kita untuk dibelanjakan di dalam negeri, sehingga akan memberi manfaat bergulir pada bisnis dan rayat Indonesia. Gemar pada produk Indonesia bermakna penyediaan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. Keempat, diprioritaskannya pengunaan produk yang dibuat di Indonesia melalui GEMAR PRODUK INDONESIA akan berarti meningkatnya GDP dan Penyediaan Lapangan Kerja. GEMAR PRODUK INDONESIA pnya niat mulia: ikut Berperan serta Mengurangi Pengangguran.
Harus dibangun masyarakat, dunia usaha, dan aparat negara yang kredibel dapat dipercaya. Kredibilitas: kepercayaan, keadaan dapat dipercaya. Aparat Negara harus kredibel dan pemerintah harus dipercaya (trust government). Aparat harus menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai dasar budaya kerja, ikhlas, bekerja karena menjalankan tugas/amanah demi Tuhan) dan jujur (benar dalam kata dan perbuatan, berani menolak/melawan kebatilan), integritas (menyatu dengan unit kerja/sistem yang ada) dan profesional (terampil, andal, kompeten, bertanggungjawab, berpengalaman, berilmupengetahuan, berkemampuan), kreatif (ide spontan, inovasi, adopsi, difusi) dan peka (responsif, proaktif), mempunyai leadership yang kuat (mengarahkan, membimbing, memotivasi, konsisten, dan komunikatif) dan teladan/keteladanan (tindakan yang segera memicu/mendorong pihak lain, berbuat/bertindak agar ditiru, antara lain:iman, taqwa, budaya baca-tulis, belajar terus, adil, arif, tegas, bertanggungjawab, ramah, rendah hati, toleran, gembira, silih asah-asih-asuh, sabar, periang dan tersenyum), punya rasa kebersamaan dan dinamika kelompok kerja (team work, tidak selalu bekerja sendiri, tidak egois, dan bekerja terintegrasi), bekerja tepat, akurat, dan cepat, rasional (berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematik/sistemik, ilmiah, dan intelektual) dan cerdas emosi (spontan, kreatif, inovatif, holistik, integratif, dan kooperatif), teguh (kuat dalam berpegang pada aturan, nilai moral, dan prinsip manajemen) dan tegas (sifat, watak dan tindakan jelas, tegas tidak ragu-ragu), disiplin (taat aturan, norma dan prinsip) dan bekerja teratur (konsisten mengikuti prosedur), berani dan arif, berdedikasi dan loyal, bersemangat dan punya motivasi, tekun (teliti, rajin, konsisten, berkelanjutan) dan sabar, adil dan terbuka, dan berusaha menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akuntabel harus ditegakkan, agar setiap pekerjaan dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas: setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertingi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PNS/Aparatur Negara harus meningkatkan akuntabilitas. Reinventing Government, mengubah fokus akuntabilitas dari orientasi masukan (input) ke hasil (output) dan manfaat (outcome). Harus ditingkatkan tanggungjawab dan tanggunggugat para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Keterbukaan (transparansi) harus dikedepankan. Transparansi: keterbukaan. Asas keterbukan adalah asas yang membuka diri terhdap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. Setiap orang harus berusaha menjadi tenaga profesional. Profesional ditandai oleh pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat, Manusia Indonesia harus dibangun dari tradisional ke masyarakat modern, dengan ciri-ciri dari selalu melihat ke masa lampau berubah ke melihat ke masa depan, percaya pada nasib ke percaya pada diri sendiri, gaya hidup pasrah (konservatif) ke sikap hidup kritis, cara berpikir irrealistik ke rasional dan analitis, stratifikasi sosial egalitarian ke terbuka atas dasar prestasi (achievement), kekuatan spiritual yag berpengaruh kuat ke kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat stabil, stagnan dan menolak inovasi sosial-budaya ke masyarakat dinamis, suka menciptakan dan menyebarkan informasi dan selalu berusaha menciptakan inovasi, sumber utama kehidupan dari pertanian ke industri dan informasi, usaha hidup tanpa perencanaan ke perencanaan jangka menengah dan jangka panjang, bentuk masyarakat yang homogeneous ke heterogenous, orientasi budaya lokal ke budaya global, kepemimpinan dibimbing ke memberi contoh, dan dari s (pengawasan masyarakat yang kuat) ke (pengawasan komprehensif).


X. PENUTUP

Dari uraian “sejarah kemanusiaan” dan “transformasi budaya” Indonesia selama 61 tahun merdeka, di samping yang dikemukdkan di atas, ada keinginan kuat membangun Bangsa Indonesia yang bermartabat. Hal yang harus diperhatikan, antara lain etos kerja, budaya kerja, makna bekerja, ketahanan pribadi, iman dan taqwa, budaya progresif dan buidaya menghargai waktu, penyamaan persepsi tentang ekonomi, riset, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, membangun knowledge-based societies,membangun kepercayaan diri dan idealisme bangsa, menjadi pelaku aktif dalam transformasi budaya maju, mandiri, cerdas, santun, percaya diri, unggul, dan keteladanan, kreativitas, gaya hidup selektif, proaktif dan terarah, kompetitif dalam tatanan global, kemutraan, profesionalisme dan saling percaya dalam mempersatukan bangsa, belajar terus menerus dan belajar dari pengalaman bangsa sendiri dan bangsa lain. Manusia Indonesia yang akan dibentuk adalah manusia yang berbudaya malu, mandiri, cerdas, santun, percaya diri, unggul, memiliki jiwa kepemimpinan (leadership), berjiwa entrepreneur, produktif, responsif, kompetitif, mengubah mind-set, tangguh, tahan uji, tahan jaman, konsisten, berkarakter dan berjati diri, membangun knowledge-based society/economy/technology, dan technology-based development, jujur, terbuka, akuntabel, profesional, bermoral dan bertanggungjawab, beriman dan taqwa, berbudaya e-government, profesional (berpengalaman, terampil, dan berpengetahuan), berkinerja produktif (jujur, integritas tinggi, tegas, lugas, berani, disiplin, bermoral, bertanggungjawab, bersih, tekun, teliti, sabar, dan hidup sederhana), dan berakhlak mulia (akhlakul karimah) ditandai oleh kejujuran (siddiq), keteladanan (tabligh), terpercaya (amanah), profesional dan kreatif (fatonah), dan konsisten (istiqomah), memberi pelayanan kepada masyarakat, panutan, contoh dan teladan masyarakat.
Harus ditegakkan kejujuran, keteladanan, keterbukaan, dan kecerdasan, berani mengambil resiko, bertanggungjawab, memegang janji, dan berbagi peran (sharing) dan sebagai pemimpin harus jujur, berpandangan ke masa depan, mampu memberi motivasi, dan kompeten. Manusia masa depan adalah manusia yang siap menghadapi perubahan yang cepat dan tidak menentu, cepat bertindak dan tanggap, kepemimpinan semua pihak, fleksibel, pengawasan atas dasar visi dan system nilai, informasi untuk semua pihak, kreatif, intuitif, toleransi terhadap ketidakpastrian, kewirausahaan yang proaktif, interdependensi usaha, integrasi maya, focus pada lingkungan persaingan, pengupayaan keuntungan secara berkelanjutan, dan menciptakan pasar masa depan.
Tokoh pebisnis terkenal Ciputra mengangkat 12 karakter unggul, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri, menghargai hikmat, optimis, dan proaktif. Ditekankannya, dunia membutuhkan pria dan wanita yang tidak dapat dibeli, perkataannya dapat dipercaya, menempatkan karakter di atas kekayaan, memiliki pendapat dan tekad, melakukan lebih besar daripada pekerjan mereka, tidak ragu mengambil kesempatan, tiak akan kehilangan jati diri, akan selalu jujur dalam hal kecil maupun besar, tidak akan berkompromi dengan hal yang salah, ambisinya tidak dikuasai keinginan egois mereka sendiri,tidak akan melakukan sesuatu karena orang lain juga melakukannya, selalu setia kepada teman mereka baik dalam keadaan baik atau buruk, susah maupun kaya, tidak mengakui bahwa kelicikan, licin, dank eras kepala adalah kualitas terbaik untuk sukses, dan tidak malu atau takut untuk berdiri di atas kebenaran ketika tidak ada yang mendukung, orang yang dapat berkata “tidak” dengan tegas, meskipun seluruh dunia mengatakan “ya”.
Beberapa pegangan dalam membangun Bangsa Indonesia Yang Bemartabat: etos kerja yang ditandai pemahaman: (1) kerja adalah rahmat (bekerja tulus penuh syukur), (2) kerja adalah amanah (bekerja benar penuh tanggungjaab); (3) kerja merupakan panggilan (bekerja tuntas penuh integritas), (4) kerja adalah aktualisasi (bekerja keras penuh semangat); (5) kerja adalah ibadah (bekerja serius penuh kecintaan), (6) kerja adalah seni (bekerja kreatif penuh sukacita); (7) kerja adalah kehormatan (bekerja tekun penuh keunggulan); dan (8) kerja adalah pelayanan (bekerja sempurna penuh kerendahan hati. Setelah mengetahui makna kerja dan bekerja, manusia harus punya esensi ketahanan pribadi, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, percaya diri dan memegang teguh prinsip, mandiri (bebas dari keinginan menggantungkan diri), menumbuhkan kebersamaan, berjiwa dinamis, kreatif, pantang menyerah (ulet dan tangguh), dan memiliki visi pribadi yang mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan diri sendiri. Selanjutnya dibutuhkan keuletan dalam menghadapi berbagai cobaan dan tantangan dan ketangguhan.dalam memperkuat daya tangkal terhadap berbagai jenis ancaman.
Harus kita bangun kembali kepercayaan diri dan idealisme bangsa, menyalakan kembali aspirasi untuk menjadi bangsa yang terpandang, bangsa yang bermartabat, dan bangsa yang disegani, dan sangat diperhitungkan dalam pergaulan bangsa dan negara-negara di dunia. Kita harus memupuk rasa kebangsaan, kesadaran dan pengertian bahwa kita saling membutuhkan, saling tergantung dan mendukung, menghindari sikap eksklusif dan diskriminatif. Diperlukan perubahan dalam tataran kebijakan, dibangun kesadaran baru yang bersumber dari kecerdasan, kredibilitas, kohesivitas, dan semangat kerja yang tinggi. Harus dilakukan perubahan model pembangunan, cara pandang atau model-model yang memposisikan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat sebagai poros atau inti penggerak, penghela atau pendorong utama kemajuan bangsa. Cerdas teknologi, produktif, bersedia kerja keras, kreatif, punya jati diri budaya, kebiasaan hidup bersih, terbuka, memanfaatkan peluang, insan yang utuh, mengembangkan kompetensi, berkarakter, cita-cita, semangat dan kepekaan murni. Tingkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam membiayai pendidikan.
Kita harus belajar dari pengalaman sendiri dan pengalaman bangsa lain, menyadari, memahami, dan tidak mengulangi kekeliruan, mengkaji keberhasilan sejarah kejayaan masa lalu, mengkaji keberhasilan bangsa lain, meningkatkan motivasi, dan memahami ciri dan karakter bangsa (kekuatan dan kelemahan). Kita harus mengatasi berbagai faktor, kompleksitas dan kelembaman budaya bangsa menuju “social trust” menghilangkan rasa kurang percaya diri, kehilangan motivasi, sikap self critic yang deseleratif dan tidak konstruktif, sikap arogansi dan keangkuhan, serta pelecehan terhadap warga yang dipandang tidak sejalan atau tidak berguna, sikap kurang kreatif yang didasarkan atas premis kesempitan dana dan kealpaan mengembangkan sistem yang dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal, serta kesadaran dan pemahaman bahwa segala asset yang dimiliki adalah titipan seluruh generasi yang harus dijaga kelestarian dan kesinambungannya agar di kemudian hari tidak terjadi malapetaka nasional.
Melengkapi ktipan pendapat para pakar di atas, selaku Menteri Negara Pendayagunaan paratur Negara, saya menekankan pentingnya:

1) Visi, misi, kebijakan, strategi, upaya (subyek, obyek, metoda) yang jelas dan tepat (clear and accurate: vision, mission, policy, strategy), dan rencana tindak (action plan). Kebijakan harus tegas, sasaran dan target rasional, hasil nyata, kepemimpinan kuat dan efektif, manajemen efektif, dibekali imtaq dan iptek yang kuat, kesalehan dan ketoyiban, dalam waktu singkat terbebas dari keterpurukan. Tugas kita, to accomplish the mission, bekerja dalam team work, jangan pintar sendiri, tingkatkan motivasi, kreativitas, produktivitas, birokrat entrepreneur, dan berjiwa inovasi (inovator).


2) Harus ada satu/kesamaan persepsi, kesamaan tujuan, sakinah wa rahmah mawaddah, sama cara bertindak, hindari kehilangan kepercayaan, jangan miskin hati dan miskin perasaan, tingkatkan akhlak, moral, rasa malu, dan ingatlah bahwa rasa malu adalah sebagian dari iman. Kerjakan 4W (well plan, well organize, - who bring what, well arrangement, dan well control – supervise, supervisi). Terapkan 4C: Concept yang jelas, fragmatis, komprehensif, inovatif, konsep bagus dan bisa dilaksanakan. Competence ditegakkan, sebagai landasan penugasan, pelatihan yang jelas. Connections terjadi, keterkaitan antar elemen dan subsistem, hubungan yang jelas satu sama lain. Commitment penuh (know your mission, know your men kelebihan dan kekurangan, dan keep your men informed/involved). Tegakkan 2K di samping 4W dan 4C: konsistensi dan keseriusan (kesungguhan) dalam pelaksanaan tugas. Bangunlah akhlak mulia (excellence of character) dan ingatlah selalu bagaimana menyelesaikan tugas secara tuntas (how to accomplish the mission). Di samping 4W, kembangkan 6W (well select/selected, motivate/motivated, educate/educated, train/trained, equip/equipped, and pay/paid) dan laksanakan 8, (model Universitas Sains Malaysia, Penang: commitment, concentration, capabilities, capacity, collaboration, commercialization, culture, dan community.
3) Ubahlah mind-set dan culture-set, menuju peningkatan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas kerja. Lakukan perubahana paradigma, shifting-paradigm, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak, mind-set, karakter, jati diri, dan budaya kerja aparatur. Ubahlah Budaya Kerja Malas ke Produktif, Mind-Set, Management Beliefs, Values, pembentukan karakter dan jati diri, serta perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak. Tegakkan Jiwa Korps dan Kode Etik serta unsur-unsur Etika Pemerintahan atau Etika Penyelenggara Negara. Patuhi kewajiban dan larangan kepegawaian, yakini etos kerja dan sadari bahwa adalah rahmat, amanah, tulus, syukur, panggilan, integritas, tanggungjawab, aktualisasi, semangat, seni, kreatif, sukacita, rendah hati, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
4) Berusahalah agar masing-masing berperan menegakkan prinsip-prinsip good public governance, good corporate governance, clean governmment, dan bebas KKN. Berantas korupsi sekarang juga dan hindari perbuatan tindak pidana korupsi, laksanakan reformasi birokrasi, buatlah laporan kekayaan secara jujur, tandatangani pakta integritas dan citizen charter, dan tingkatkan kualitas pelayanan publik. Upayakan penataan kesisteman: gaji, tunjangan, remunerasi, tatalaksana, penetapan kinerja, pelayanan publik yang prima, dan pengawasan.
5) Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dalam dua tahun ini diharapkan dapat diselesaikan Undang-Undang (UU) Tentang Administrasi Pemerintahan, UU Pelayanan Publik, UU Etika Penyelenggara Negara, UU Kementerian dan Kementerian Negara, dan UU Kepegawaian Negara. Dua tahun berikutnya sampai dengan akhir Kabinet Indonesia Bersatu 2008, diharapkan juga dapat diselesaikan UU Tata Hubungan dan Kewenangan Pemerntah Pusat dan Daerah, UU Badan Usaha Nirlaba, UU Pensiun Pegawai dan Pensiun Duda/Janda, UU Sistem Pengawasan Nasional, dan UU Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Penyelesaian UU ini dibarengi dengan peningkatan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
6) Manfaatkan Teknologi (teknologi informasi) dalam pemberantasan korupsi (single identification/identity number, e-government, e-commerce, e-business, information technology, procurement). Terapkan dan kembangkan e-Govenment dan Laksanakan Single Identity Number (SIN) dan terapkan e-Government, e-Procurement, e-Office, e-Business, dan e-Bidding. Bangkitkan semangat nasionalisme, dan kerjakan Penulisan Kembali Sejarah Republik, Rewrite Indonesia, Rewrite the Republic, Rewrite the Nation.
7) Tingkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan (perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pengendalian, dan pengawasan) serta partisipasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, dan UU Pembuktian Terbalik,diharapkan segera selesai, melengkapi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga memudahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga penyidik lainnya dalam memeriksa para koruptor.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa “sejarah kemanusiaan” bangsa Indonesia sejak pra-kemerdekaan, kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan pasca-kemerdekaan 61 tahun, menunjukkan perlunya penegakan nilai-nilai kemanusiaan, adanya hasrat untuk berubah, visi-misi-strategi-rencana tindak yang jelas, perencanaan yang tepat, partisipasi masyarakat, konsistensi dan keseriusan, dan perubahan mind-set seluruh warga bangsa.
Dengan mencermati “sejarah kemanusiaan” dan “nilai-nilai kemanusiaan”, dan penerapannya secara konsisten dan sungguh-sungguh, semoga dapat mempercepat perwujudan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang aman, bersatu, rukun, dan damai, menunjunjng tinggi hukum, menegakkan hukum dan hak asasi manusia, kesetaraan, adil dan demokratis, dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kesenjangan dan kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan dalam pembangunana yang berkelanjutan.


Selamat memulai tahun ajaran baru program ENCOMPASS Universitet Leiden. Semoga bermanfaat dalam membangun kebersamaan dan perdamaian antar bangsa dan perdamaian dunia.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.



Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara




Taufiq Effendi







REFERENSI

1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), ”Dinamika Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” Kataog Pameran Kearsipan, Jakarta, 26 Juli - 5 Agustus 2004.
2. Darwis A. Soelaiman, Dr., MA., Strategi Kebudayaan dan Strategi Pendidikan”.
3. Dzulkifli Abdul Razak, Rektor Universiti Sains Malaysia (USM) Penang, ”Out of the Box – Memimpin dan Memaknakan Sebuah Universiti Penyelidikan Dalam Era K-Ekonomi”. Pulau Penang, 2003.
4. Koentjaraningrat, “Pengantar Ilmu Antropologi”, Penerbit Aksara Baru, Jakarta, 1980.
5. Koentjaraningrat, ”Beberapa Pokok Antropologi Sosial”, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1967.
6. Institut Teknologi Bandung, ”Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi –Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia,” Penerbit ITB, Bandung, 1991.
7. Institut Tekologi Bandung, ”Membangun Indonesia Abad 21, Mewujudkan Keunggulan Bangsa Pada Skala Global,” Workshop Majelis Guru Besar ITB, Bandung, 12-13 Juli 2004.
8. Pemerintah Republik Indonesia, ”Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009,” Jakarta, 2005.
9. Soemarno Soedarsono, “Menepis Krisis Identitas – Penyemaian Jati Diri”, Strategi Membentuk ribai, Keluarga, dan Lingkungan menjadi Bangsa yang Profesional Bemoral, dan Berkarakter”, Penerbit PT ELex Media Komputindo, Jakarta, 2001.
10. Taufiq Effendi, ”Menulis Kembali Republik,” Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2006.
11. Umar Kayam, “Transformasi BUdaya Kita,” dalam buku ”Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi –Dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia,” Penerbit ITB, Bandung, 1991.
.






LAMPIRAN

[I] PERJALANAN PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Perjalanan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah 6 Presisen sejak Soekarno ke Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan sekarang Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai berikut.
A. PEMERINTAHAN ERA SOEKARNO, PERIODE 1945-1966: konsolidasi, perundingan Renville, pengakuan RI merdeka, Pemerintahan RI di Yogyakarta, Demokrasi Liberal, perjuangan Irian Barat, politik luar negeri bebas-aktif, kerjasama Asia-Afrika 1955, pembatalan konperensi meja bundar, dan Kabinet Parlementer Djuanda.
• Perkembangan Kabinet Periode 1945-1949
1. Kabinet Soekarno, Presidensiil, 19 Agustus 1945 – 14 November 1945
2. Kabinet Syahrir I, Parlementer, 14 November 1945 – 12 Maret 1946
3. Kabinet Syahrir II, Parlementer, 12 Maret 1946 – 2 Oktober 1946
4. Kabinet Syahrir III, Parlementer, 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947 .
5. Kabinet PM Amir Syarifudin I, Parlementer, 3 Juli 1947 – 11 Nov. 1947
6. Kabinet PM Amir Syarifudin II, Parlementer, 11 Nov. 1947 – 29 Jan.1948
7. Kabinet Wapres Hatta I, Presidensiil, 29 Jan. 1948 – 4 Agustus 1949
8. Kabinet Darurat, Presidensiil, 19 Desembr 1948 – 13 Juli 1949
9. Kabinet PM Hatta II, Parlementer, 4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949
• Periode 1949-1955, UUDS 1950 hingga Dekrit Presiden, Demokrasi Liberal sampai 1959, Kabinet RIS 1949, Kabinet 1949-1950:
10. Kabinet Susanto Tirtoprodjo, Parlementer, 20 Des. 1949 – 21 Jan. 1950 (Peralihan RI, Yogyakarta)
11. Kabinet Halim, Parlementer, 21 Januari 1950 – 6 September 1950 (RI Yogyakarta)
• Perkembangan Kabinet Periode 1950-1959 (Demokrasi Liberal)
12. Kabinet PM Moh.Natsir, Parlementer, 6 September 1950 - 27 April 1951
13. Kabinet PM Sukiman-Suwiryo W., Parlementer, 27 April 1951-3 April 1952
14. Kabinet PM Wilopo, Parlementer, 3 April 1952 – 30 Juli 1953
15. Kabinet PM Ali Sastroamidjojo, Wongsonegoro – Zainul Arifin, Parlementer, 30 Juli 1953 – 12 Agus 1955
16. Kabinet PM Burhanudin Harahap, Parlementer,12 Ags1955–3 Maret 1956
17. Kabinet PM Ali Sastroamidjojo – Moh.Roem – Idham Cholid, Parlementer, 24 Maret 1956 – 14 Maret 1957
18. Kabinet PM Djuanda, Parlementer, 9 April 1957 – 10 Juli 1959
• Periode 1959-1960, UUD 1945 hingga Lahirnya Orde Baru, Demokrasi Terpimpin (Dekrot Presiden 5 Juli 1959)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, tujuan NKRI adalah tercantum pada Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, “….. membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu …”. Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1959, “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (The Rediscovery of our Revolution) dan Pidato 30 September 1960 pada Sidang Umum PBB ke XV berjudul “Membangun Dunia Kembali (To build the world a new). Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1960 berjudul “Jalannya Revolusi Kita” (Jarek), disusul Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi). Kabinet Kerja I, Presidensiil, 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960, program kerja sandang pangan, keamanan rakyat dan negara, dan memperjuangkan Irian Barat.
Periode 1960-1965: Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 jo Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960, dibentuk DPRGR yang keanggotaannya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Penpres Nomor 2 Tahun 1959, membentuk MPR Sementara (MPRS jo Penpres Nomor 12 Tahun 1960. Penpres Nomor 3 Tahun 1959, membentuk DPA. Keppres Nomor 235 Tahun 1965, Ketua MPRS dan DPRGR diberi kedudukan sebagai Menteri yang secara otomatis kedudukan mereka di bawah Presiden, bertentangan dengan UUD 1945. UU 19/1964 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, Presiden campur tangan dalam masalah peradilan. Gerakan 30 September (G30S), disebut Gerakan Satu Oktober oleh Soekarno, membuka peluang bagi Soekarno mengeluarkan “Surat Perintah 11 Maret” kepada Soeharto dengan wewenang sangat besar dalam usaha menyelamatkan negara menuju kestabilan pemerintahan. Peristiwa ini menjadi tonggak baru bagi sejarah Indonesia untuk kembali melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen serta tanda dimulainya jaman Orde Baru. Beberapa produk yang merupakan cerminan tidak berakar pada aspirasi rakyat: GBHN dalam Tap MPR Nomor I/MPRS/1960, merupakan konsep ajaran manifesto politik dari Presiden Soekarno. Tap MPR Nomor II/MPRS/1960 dan Tap MPR Nomor IV/MPRS/1963, merupakan pola dan pedoman pelaksanaan dari manifesto politik yang dicirikan oleh demokrasi terpimpin. Tap MPR Nomor III/MPR1963 tentang Pengangkatan Bung Karno sebagai Presiden Seumur Hidup.
• Perkembangan Kabinet Periode 1959-1966
1. Kabinet Kerja II, Presidensiil, 18 Februari 1960 – 6 Maret 1962
2. Kabinet Kerja III, Presidensiil, 6 Maret 1962 – 13 November 1963
3. Kabinet Kerja IV, Presidensiil, 13 November 1963 – 27 Agustus 1964
4. Kabinet Dwikora, Presidensiil, 27 Agustus 1964 – 21 Februari 1966, program sandang pangan, pengganyangan Malaysia, dan Irian Barat.
5. Kabinet Dwikora yang Disempurnakan I, Presidensiil, 21 Februari 1966 – 27 Maret 1966, program sandang pangan, pengganyangan Malaysia, dan Irian Barat.
6. Kabinet Dwikora yang Disempurnakan II, Presidensiil, Presidensiil, 28 Maret 1966 - 25 Juli 1966, program sandang pangan, pengganyangan Malaysia, dan Irian Barat.

B. PEMERINTAHAN ERA SOEHARTO, ORDE BARU, PERIODE 1966-1998, MONOLOYALITAS
• Periode 1966-1967 (25 Juli 1966 – 11 Oktober 1967): Kabinet Amanat Penderitaan Rakyat I (Ampera I)
• Pada 1967, MPRS mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilu. Kabinet terdiri atas 29 Menteri (5 Menteri Koordinator dan 24 Menteri Departemen), Presidium Kabinet, Program Catur Karya (sandang-pangan, pemilu, politik luar negeri yang bebas-aktif, melanjutkan perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme). Rencana pelaksanaan Pemilu 6 periode, yaitu Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, dan mengembangkan demokrasi Pancasila. P4, kode etik, setia, taat, memberikan pelayanan, dan memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan negara dan bangsa Indonesia serta Korps PNS. Tim Pemberantas Korupsi dibentuk pada 2 Desember 1967 dengan Keppres 228/1967, dipimpin Jaksa Agung Sugiharto, memberantas korupsi dengan tindakan preventif dan represif.

• Periode 1967-1968 (11 Okt. 1967 – 6 Juni 1968): Dwi Dharma (stabilitas politik, stabilitas ekonomi) dan Program Catur Karya. Keppres 16/1968, “Panitia Koordinasi Efisiensi Aparatur Ekonomi Negara dan Aparatur Pemerintah”.
• Periode 1968-1971(6 Juni 1968 – 9 Sept. 1971), Kabinet Pembangunan I, dibentuk Komite Anti Korupsi 1970
• Periode 1971-1973, Kabinet Pembangunan I yang disempurnakan
• Kabinet terdiri atas 18 Menteri Departemen, 5 Menteri Negara (Menpan, Emil Salim), pengawasan (keuangan, perlengkapan), penelitian dan pengembangan administrasi negara, serta tatacara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
• Periode 1973-1978 (s.d. 29 Maret 1978), Kabinet Pembangunan II: penataan kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, pengawasan, operasi tertib (Opstib),
• Periode 1978-1983 (29 Maret 1978-16 Maret 1983), Kabinet Pembangunan III: operasi tertib, Tim Pemberntas Korupsi 1982.
• Periode 1983-1988 (19 Maret 1983-23 Maret 1988), Kabinet Pembangunan IV: perubahan fungsi Menpan dari penertiban ke pendayagunaan, pembinaan, pengendalian, dan penyempurnaan kebijakan bidang aparatur negara. Menertibkan aparatur negara di segala bidang dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur, mengintensifkan evaluasi, meningkatkan sumberdaya ekspor non-migas, menangani paket deregulasi dan debirokratisasi.
• Periode 1988-1993 (23 Maret 1988 – 17 Maret 1993), Kabinet Pembangunan V: Delapan Program Pemacu PAN: (1) Pelaksanaan Pengawasan Melekat (WASKAT), (2) Penerapan Analisis Jabatan (ANJAB), (3) Penyusunan Jabatan Fungsional (JAFUNG), (4) Peningkatan Mutu Kepemimpinan Aparatur (MUTPIM), (5) Penyederhanaan Prosedur Kepegawaian (PROSPEG), (6) Penyederhanaan Tatalaksana Pelayanan Umum (YANUM), (7) Perancangan Sistem Informasi Administrasi Pemerintahan (SIAP), dan (8) Penitikberatan Otonomi Daerah Tingkat II (OTODAT).
• Periode 1993-1997 (17 Maret 1993-17 Maret 1998), Kabinet Pembangunan VI: program PAN pengawasan melekat, satyalencana karya satya bidang PAN, forum komunikasi PAN daerah (forkompanda), manajemen Puskesmas dan Dokter PTT (pegawai tidak tetap), tunjangan PNS di daerah terpencil, budaya kerja aparatur negara (sikap, perilaku, etos kerja), pengawasan masyarakat, dan pembentukan unit swadana. Aparatur Negara masa depan adalah aparatur yang profesional, tanggap, terampil, handal, berwatak, berakhlak, dedikasi, pengabdian, dan berwawasan luas. Pada periode ini mulai dikumandangkan globalisasi, perdagangan bebas, APEC, dan WTO.
• Periode 1997-1998 (17 Maret 1998-Agustus 1999), Kabinet Pembangunan VII: Kebijakan Penting Kabinet Pembangunan VII: (1) Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, 1994; (2) Tindak lanjut pembahasan globalisasi, 1995, APEC, WTO; (3) Pengembangan Wilayah Perbatasan (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Irian Jaya, dan NTT); (4) Menyiapkan sosok aparatur negara menghadapi tantangan abad 21; (5) Meningkatkan pengawasan pembangunan; (6 Menciptakan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan.

PERIODE 1998-2005 (19 MEI 1998 - SEKARANG): ERA REFORMASI, TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK, BERSIH DAN BERWIBAWA (GOOD GOVERNANCE), PEMERINTAH YANG BERSIH (CLEAN GOVERNMENT), DAN ANTI KKN

C. REFORMASI BIROKRASI ERA HABIBIE, KABINET REFORMASI PEMBANGUNAN, 1998-1999
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara adalah Ryaas Rasyid). Beberapa produk, UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, memuat Tujuh Asas Penyelenggaraan Negara, Undang-Undang 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (revisi UU 5/1974), Undang-Undang 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Inpres 5/1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. UU 43/1999 (revisi UU 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian); “mewujudkan aparatur negara yang melayani masyarakat, profesional, berdayaguna dan berhasilguna”; pemberdayaan masyarakat madani (civil society), pengembangan ekonomi kerakyatan, keterbukaan, dan pengentasan kemiskinan.



D. REFORMASI BIROKRASI ERA ABDURRAHMAN WAHID, KABINET PERSATUAN NASIONAL, 1999-2001
Kabinet ini mendorong penegakan hukum, Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Etika Kehidupan Berbangsa, Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Korupsi dan Pencegahan KKN, dan Gerakan Penghematan Nasional.

E. REFORMASI BIROKRASI ERA MEGAWATI, KABINET GOTONG ROYONG, 2001-2004
Pemberantasan KKN dan tertib hukum, percepatan pemulihan ekonomi nasional, rekomendasi MPR kepada Presiden agar membangun kultur birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih, dan beranggungjawab serta dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi negara, contoh, dan teladan masyarakat. Beberapa kegiatan Kabinet, antara lain: reformasi birokrasi aparatur negara/good governance, gaji ke-13, efisiensi, penghematan, dan kesederhanaan hidup, laporan kekayaan, penanggulangan korupsi, sistem perencanaan pembangunan nasional, pembentukan Komisi Pemberantassn Korupsi (KPK) serta pembentukan beberapa Komisi Independen sesuai Undang-undang (KPPU, PPATK, Mahkamah Konsstitusi, dan lain-lain), beberapa undang-undang reformis, Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara, Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, di mana BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan Tata Urut Peraturan Perundang-undangan.

F. REFORMASI BIROKRASI ERA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, KABINET INDONESIA
BERSATU, 2004-2009
Kabinet ini mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pemberantasan korupsi dan penciptaan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Tujuan jangka panjang, mewujudkan “Indonesia yang maju dan mandiri, adil dan demokratis, serta aman dan bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).” Visi pembangunan nasional 2004-2009, “Indonesia yang aman dan damai, Indonesia yang adil dan demokratis, serta Indonesia yang lebih sejahtera,” kemudian dijabarkan ke dalam program tahunan, yang telkah dibuat adalah Rencana Kerja Pembangunan 2006 (RKP 2006) dan RKJP 2007. Yang sangat menonjol dari Kabinet Indonesia Bersatu adalah komitmen yang kuat untuk mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi, menegakkan prinsip-prinsip hood governance, melakukan penegakan hukum dan reformasi birokrasi, serta berusaha memberikan pelayanan publik yang prima. Masalah yang dihadapi dan membutuhkan penanganan serius, di luar perencanaan, antara lain gempa bumi, gempa tektonis, tsunami, banjir, bahaya flu burung, demam berdarah, dan kebakaran hutan. Masalah paling dominan saat ini adalah pencegahan dan pemberantasan korupsi, penanggulangan kemiskinan, kebodohan, dan kesempatan kerja.

G. PERJALANAN REFORMASI ENAM KABINET
Era Soekarno masih dihadapkan pada upaya mempertahankan NKRI dan tantangan bagi sebuah negara yang baru merdeka.
Pada era Soeharto terlihat upaya peningkatan pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, penyediaan kebutuhan pokok (sembako), keluarga berencana, upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan. Reformsi belum muncul pada era ini, cukup dengan penataan yang lebih baik, karena kepatuhan yang luar biasa kepada Soeharto dari semua jajaran. Dari perkembangan Kabinet masa pemerintahan Soeharto, terlihat bahwa reformasi termasuk di dalamnya reformasi birokrasi sebenarnya telah dilakukan pada era Soeharto (peningkatan pengawasan, penyempurnaan ketatalaksanaan, pengaturan kelembagaan, deregulasi, debirokratisasi, pengaturan kepegawaian, pembangunan daerah dan pembangunan desa) umumnya dalam bentuk “penertiban, pemberdayaan, dan pendayagunaan”, tetapi
reformasi mulai tampak menonjol mulai era Habibie, dilanjutkan pada era Abdurrahman Wahid, Megawati, dan sekarang makin dibangkitkan lagi oleh SBY. .
Beberapa contoh reformasi yang dilakukan pada masing-masing pemerintahan:
 Soekarno: perwujudan keutuhan NKRI, menentang imperialisme, berkali-kali perubahan sistem politik, dan beberapa ancaman dari DN/LN.
 Soeharto: upaya memenuhi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, melakukan penertiban, pendayagunaan, wasbangpan.
 Habibie: mendorong pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (UU 28/1999), mengeluarkan Instruksi Presiden tentang LAKIP (Inpres 7/1999).
 Abdurrahman Wahid: memisahkan Polisi dari TNI. Menaikkan gaji pegawai negeri/PNSl, TNI, dan Polri, tetapi pelaksanaannya sulit.
 Megawati: menyelesaikan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai UU 32/2002. Menata keuangan negara (UU 17/2003). Mengelola perbendaharaan negara (UU 1/2004). Menyusun mekanisme perencanaan pembangunan (UU 25/2004 tentang SPPN). Mendorong pembuatan laporan kekayaan kepada KPKPN. Menghimbau penghematan nasional, efisiensi, dan kesederhanaan hidup.
 Susilo Bambang Yudhoyono: Komitmen kuat pada anti korupsi, percepatan pemberantasan korupsi. Mendorong kegiatan perdagangan dalam dan luar negeri, penyediaan perumahan rakyat, serta pembinaan pemuda dan peningkatan prestasi olahraga, dengan dibentuknya Departemen/Kementerian Perdagangan, Perumahan Rakyat, serta Pemuda dan Olahraga. Memiliki mekanisme dan sistem perencanaan yang baik (UU 25/2004, Perpres 7/2005 tentang RPJMN 2004-2009, dan Rancangan RPJPN 2005-2025: Menciptakan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibwa, sebagai salah satu kegiatan mencapai Visi Indonesia yang Aman dan Mandiri, Adil dan Demokratis, serta Aman dan Bersatu dalam wadah NKRI.

[2] KERJASAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN PEMERINTAH BELANDA DI BIDANG
KEARSIPAN

Naskah Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda, dilakukan antara Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan The National Archives of The Netherlands (NAN), ditandatangani pada tanggal 17 Mei 2004, oleh Oman Sachroni, Kepala ANRI dan Mr. M.W. van Boven, Arsiparis Nasional NAN,
memperbaharui ”kerjasama kebudayaan” yang ditandatangani pada tanggal 7 Juli 1968. Kesepakatan Kerjasama 17 Mei 2004 difokuskan pada penanganan dokumen dan arsip historis serta manajemen kearsipan.
Kerjasama ini juga meliputi pertukaran informasi, publikasi dan copy dokumen arsip pada periode abad XVII-XX, mengorganisasikan penyelenggaraan pameran, konperensi, workshop, seminar, kuliah tamu (guest-lecture), dan publikasi dokumen historis, meningkatkan kerjasama dan hubungan langsung ANRI dan NAN dalam meningkatkan pengelolaan kearsipan, pertukaran arsip antara ANRI dan NAN atau antara Indonesia dan Belanda, mendukung penyelenggaraan pelatihan di bidang pengelolaan kearsipan, mengembangkan kerjasama teknis (technical assistance) dalam preservasi dan konservasi kearsipan, dan kerjasama kearsipan lainnya sesuai perkembangan kebutuhan ANRI dan NAN.
Implementasi kerjasama ini juga diikuti dengan penyelenggaraan program Eksekutif dan Penjadwalan yang Jelas, dengan dukungan tenaga ahli bidang tertentu dalam kearsipan, serta memperhatikan ketersediaan dana. Jika dianggap perlu, ANRI dan NAN mengusahakan pendanaan dari sumber-sumber lain, antara lain dari lembaga donor internasional. Agar pelaksanaan kerjasama ini berjalan lancar, maka dilakukan pemantauan secara reguler dan penilaian kembali dalam periode tahunan.
ANRI dan NAN menangani copyrights dan hak kekayaan intelektual (intellectual property right) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku masing-masing negara dan internasional. Jika terjadi perbedaan pandangan dan pendapat antara ANRI dan NAN, keduanya mengikuti payung aturan internasional. Kerjasama yang dipantau dan dinilai kembali dalam periode tahunan ini, berjalan untuk masa kerjasama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, ANRI dan NAN.
ANRI banyak belajar dari NAN dalam menerapkan dokumentasi dan arsip hemat penggunaan kertas serta penerapan kearsipan berbasis teknologi informasi dalam upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas pembangunan kearsipan, mempromosikan program eksekutif, dan melakukan pertukaran staf serta tenaga ahli kearsipan. ANRI juga mengidentifikasi ”mailraaporten” (Archief van Ministrie van Kolonien 1969-1940), dokumen dan foto-foto Indonesia dari NAN yang masih berada di Den Haag. ANRI telah mengundang pakar kearsipan Belanda, Mr. Dr. Ben Slots, memberikan ceramah kearsipan dalam kerjasama Indonesia-Yaman dengan tema ”Arab’s Legacy in Indonesia: Yemenis Indonesien Mestizo Culture” dan memperoleh masukan dari pakar kearsipan Belanda dalam penyelenggaraan ”International Gathering on Tsunami and Archives” di Jakarta, 16-18 Juli 2000.



e-mail address:

Taufiq Effendi, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
e-mail: bhardjanto@menpan.go.id gatotsugiharto@yahoo.com

Tidak ada komentar: